Keajaiban Rajab: Gencatan Senjata Hamas dan Shalahuddin al Ayubi Bebaskan Yerusalem
Rajab jadi berkah tersendiri dalam bentuk gencatan senjata.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rajab menjadi bulan yang spesial. Sejak Ahad (19/1/2025), Hamas-Palestina dan Israel melaksanakan gencatan senjata. Sejak itu, sandera Israel dan warga Palestina yang ditahan di Israel dibebaskan secara bertahap.
Proses pembebasan sandera yang dilakukan Hamas pun sangat menarik. Tiga orang sandera warga Israel, Doron Streinbrecher, Emily Damari, Romi Gonen, mendapatkan bingkisan kenang-kenangan dari pasukan Brigade Izzuddin al Qassam, sayap militer Hamas. Mereka sehat, memakai pakaian yang bersih dan rapi.
Brigade al Qassam menyiarkan rekaman pada Ahad (19/1/2025) malam yang menunjukkan pembebasan tiga tahanan wanita Israel di jantung kota Gaza. Ini merupakan bagian dari tahap pertama dari kesepakatan gencatan senjata antara Gaza dan Israel, dikutip dari laman Palestine Chronicle, Senin (20/1/2025)
Rekaman tersebut menangkap tiga tahanan Israel yang terlihat lega dan bahagia, ketiganya tersenyum dan nampak sehat. Tiga tawanan itu juga menunjukkan mereka menerima hadiah peringatan dari Brigade Al-Qassam sebelum serah terima.
Video tersebut juga mendokumentasikan pergerakan para pejuang Al-Qassam dan kendaraan militer melalui jalan-jalan di Kota Gaza, yang berpuncak pada lokasi penyerahan, dengan kerumunan orang Palestina yang meneriakkan yel-yel untuk mendukung perlawanan.
Pembebasan berlangsung di Saraya Square di pusat Kota Gaza, di mana ketiga wanita Israel itu diserahkan oleh Al-Qassam kepada Komite Palang Merah Internasional, yang kemudian menyerahkan mereka kepada militer Israel.
Abu Obeida, juru bicara Brigade Al-Qassam, mengkonfirmasi keputusan untuk membebaskan para tawanan. Yakni Rumi Jonin (24 tahun), Emily Damari (28), dan Doron Shtenber Khair (31). Dalam sebuah pernyataan di Telegram, ia menjelaskan bahwa pembebasan tersebut merupakan bagian dari kesepakatan pertukaran tawanan Banjir Al-Aqsa.
Patahkan omongan Netanyahu
Kesepakatan gencatan senjata itu mematahkan omongan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang pernah mengatakan pihaknya tidak akan menyepakati perundingan dengan Hamas. Sebabnya, itu adalah kekalahan Israel. Namun kini, keduanya sepakat, dan Israel beserta ekstremis Yahudi di balik ambisi genosida di Gaza, kalah.
Ternyata, kemenangan semacam itu juga pernah terjadi ratusan tahun lalu. Keberhasilan meraih kemenangan dan kegemilangan di bulan Rajab, alias puluhan hari menjelang Ramadhan, diabadikan dalam berbagai lembaran sejarah bertemakan keberhasilan Shalahuddin al Ayubi menaklukkan Yerusalem pada tahun 1187 atau 583 Hijriyah.
Masih di bulan Rajab, tapi ratusan tahun lalu
Kisah penaklukkan al Ayubi sangat dikenang. Ketika itu rezim salib menjadi lawan Shalahuddin. Kedua pihak terlibat dalam perang salib yang dahsyat.
Setelah 88 tahun dikuasai serdadu Perang Salib, kota Yerusalem, Palestina akhirnya kembali jatuh kepangkuan umat Islam.
Tepat pada 2 Oktober 1187 atau setelah tiga bulan berjibaku dalam pertempuran Hattin, pasukan tentara Islam yang dipimpin Shalahuddin Al-Ayubi berhasil menaklukan dan membebaskan kota suci itu dari kedzaliman dan kebiadaban.
Sangat berbeda
Penaklukan Yerusalem yang dilakukan pasukan Islam di bawah komando Salahudin sungguh amat berbeda, ketika tentara Perang Salib menduduki Yerusalem pada 1099. Salahudin menetapi janjinya. Jenderal dan panglima perang tentara Islam itu menaklukan Yerusalem menurut ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Tak ada balas dendam dan pembantaian, penaklukan berlangsung 'mulus' seperti yang diajarkan Alquran.
Padahal, ketika 40 ribu tentara Perang Salib yang dipimpin Peter The Hermit menyerbu tanah suci Palestina, mereka datang dengan dirasuki fanatisme agama yang membabi buta. Guna membangkitkan rasa fanatisme itu, menurut Hallam penulis Barat, `setiap cara dan jalan ditempuh'. Tak peduli biadab atau tidak, semua ditebas remuk redam. Yerusalem banjir darah dan bangkai manusia.
Semua itu sungguh jauh berbeda dengan ketika Shalahuddin datang menaklukan Yerusalem.
Karen Amstrong dalam bukunya Perang Suci menggambarkan, saat Shalahudin dan pasukan Islam membebaskan Palestina, tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh. Tak apa pula perampasan harta benda.
''Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan akibat keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah. Dan ia pun membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Alquran,'' papar Amstrong.
Keadilan dan kenegarawanan Shalahudin pun membuat umat Nasrani yang tinggal di Yerusalem saat itu berdecak kagum. Seorang tua penganut Kristen pun bertanya kepada Shalahuddin. ''Kenapa tuan tidak bertindak balas terhadap musuh-musuhmu?''
Shalahuddin menjawab, ''Islam bukanlah agama pendendam bahkan sangat mencegah dari melakukan perkara diluar perikemanusiaan, Islam menyuruh umatnya menepati janji, memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf dan melupakan kekejaman musuh ketika berkuasa walaupun ketika musuh berkuasa, umat Islam ditindas.''
Mendengar jawaban itu, bergetarlah hati orang tua itu. Ia pun kemudian berkata, ''Sungguh indah agama tuan! Maka diakhir hayatku ini, bagaimana untuk aku memeluk agamamu?'' Salahudin pun berkata, ''Ucapkanlah dua kalimah syahadah.''
Kemuliaan akhlak Shalahudin juga tergambar dalam film Kingdom of Heaven besutan sutradara Ridley Scott, ketika dia mengangkat salib yang jatuh tergeletak di tanah dan menempatkan kembali pada tempatnya.