BTN Bakal Akuisisi Victoria Syariah, Sudah Cukup untuk Jadi Saingan BSI?

Menurut Yusuf, akuisisi ini justru menghambat upaya memperbesar pangsa pasar.

Republika/Thoudy Badai
Langkah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) dalam mengakuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS) mendapat reaksi beragam dari pengamat ekonomi syariah.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Langkah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) dalam mengakuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS) mendapat reaksi beragam dari pengamat ekonomi syariah. Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono justru mengkritisi aksi korporasi yang merupakan bagian dari strategi spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) BTN. Menurut Yusuf, akuisisi ini justru menghambat upaya memperbesar pangsa pasar (market share) dan membangun persaingan sehat dalam industri perbankan syariah nasional.

Baca Juga


“Momentum spin-off UUS BTN seharusnya mampu memberikan dampak positif bagi peningkatan market share dan persaingan industri perbankan syariah. Namun, dengan BTN mengakuisisi Bank Victoria Syariah, tidak satu pun dari dua tujuan tersebut yang tercapai,” ujar Yusuf kepada Republika, Senin (20/1/2025).

Yusuf menjelaskan, penggabungan BTN Syariah dan BVIS tidak akan berdampak pada kenaikan market share perbankan syariah nasional. “Keduanya adalah bank syariah. Penggabungan ini hanya mengonsolidasikan aset tanpa memberikan tambahan signifikan pada market share, yang saat ini baru sekitar 7,4 persen,” katanya.

Lebih lanjut, Yusuf menilai langkah ini gagal menghasilkan bank syariah yang cukup besar untuk bersaing dengan Bank Syariah Indonesia (BSI). Menurutnya, aset gabungan BTN Syariah dan BVIS hanya mencapai Rp 61,5 triliun, jauh dari aset BSI yang mencapai Rp 371 triliun.

"Dengan market share gabungan hanya sekitar 7 persen, bank baru ini tidak akan mampu menjadi pesaing kredibel BSI yang menguasai 42 persen pangsa pasar,” tegasnya.

Yusuf juga menyayangkan minimnya arahan dari pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam proses spin-off BTN Syariah. "Karena, jika spin-off sepenuhnya diserahkan ke pasar, langkah pragmatis seperti akuisisi BVIS akan lebih dipilih, meski tidak mendukung tujuan strategis pengembangan industri perbankan syariah,” ujarnya.

Yusuf menawarkan beberapa skenario yang lebih ideal. Pertama, konversi BTN menjadi bank syariah induk. Langkah ini dapat menghasilkan bank syariah besar dengan aset Rp 455 triliun dan market share di atas 10 persen.

Kedua, akuisisi bank konvensional besar dengan aset Rp 75 triliun. Menurutnya, langkah itu dapat membuat BTN dapat menciptakan bank syariah baru dengan aset Rp 130 triliun dan market share 8 persen. Skenario ketiga adalah dengan mengakuisisi bank syariah besar. Misalnya, menggabungkan BTN Syariah dengan Bank Muamalat yang memiliki aset Rp 60 triliun.

Spin-off BTN Syariah ini seharusnya menjadi momentum strategis untuk mendorong pangsa pasar perbankan syariah sekaligus menciptakan pesaing baru bagi BSI,” ujar Yusuf.

Sementara itu, Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia, Rahmatina Awaliah Kasri menilai langkah ini sebagai strategi yang cukup tepat, meskipun tetap menyisakan tantangan.

“Sepertinya ini adalah pilihan yang cukup tepat dibandingkan alternatif-alternatif lain, yang juga tidak banyak. Namun, keberhasilan sangat tergantung pada operasionalisasi akuisisi ini, termasuk integrasi budaya kerja dan keuangan,” ujarnya kepada Republika, Selasa (21/1/2025).

Menurut Rahmatina, BTN Syariah memiliki keunggulan unik di sektor perumahan, yang dapat menjadi daya saing utama di pasar perbankan syariah. “BTN Syariah punya keunggulan tersendiri, yaitu sektor perumahan, sehingga berpotensi mengungguli BSI (Bank Syariah Indonesia) di sektor ini. Namun, secara keseluruhan, dalam jangka pendek BSI masih sulit disaingi,” jelasnya.

BTN Syariah saat ini mencatatkan pertumbuhan aset yang signifikan. Per kuartal III 2024, aset BTN Syariah mencapai Rp 58 triliun, tumbuh 19,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 48 triliun.

Meski memiliki keunggulan, BTN menghadapi tantangan besar dalam mengintegrasikan BTN Syariah dan BVIS. Tantangan ini mencakup aspek budaya kerja, operasional, serta permodalan. Selain itu, BTN juga harus bersaing dengan bank-bank syariah lain yang telah memiliki pangsa pasar lebih besar.

“Jika sudah menjadi bank umum syariah, tantangan yang mungkin muncul antara lain integrasi budaya dan operasional, permodalan, dan persaingan dengan bank syariah lain,” tambah Rahmatina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler