Menag Minta Ekoteologi Jadi Kurikulum

Ekoteologi menginspirasi pelajar untuk jadikan iman energi melestarikan lingkungan.

ANTARA FOTO/Fauzan
Menteri Agama Nasaruddin Umar.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Nasaruddin Umar meminta jajarannya di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam untuk memasukkan ekoteologi dan pelestarian alam ke dalam kurikulum pendidikan agama dan keagamaan.

Baca Juga


"Konsep khalifah dalam Islam menjadi landasan moral untuk mengajarkan siswa menjaga lingkungan hidup. Alquran dan hadis memberi pesan tegas untuk tidak merusak bumi," ujar Menag dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Pernyataan Menag tersebut disampaikan saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pendidikan Islam 2025 di Jakarta. Rakernas mengusung tema "Execution Matters! Beres Ya."

Menag mengungkapkan tiga fokus pengembangan pendidikan agama dan keagamaan di masa depan, yakni isu lingkungan, toleransi, dan nasionalisme.

Ia menekankan relevansi pendidikan dalam menjawab tantangan zaman, terutama krisis lingkungan. Nasaruddin menyebutkan pentingnya pendekatan ekoteologi untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pelestarian alam.

Ekoteologi bisa dipahami sebagai konsep yang membahas tentang interrelasi antara pandangan teologis-filosofis yang terkandung dalam ajaran agama dengan alam, khususnya lingkungan.

Menag berharap nilai-nilai ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan agama, menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab manusia.

Visi kedua yang diangkat adalah penguatan toleransi melalui moderasi beragama. Menag menyebut "Kurikulum Cinta" sebagai pendekatan inovatif untuk mengintegrasikan nilai moderasi ke dalam pembelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.

"Pendidikan adalah jalan utama untuk menciptakan masyarakat yang harmonis di tengah keberagaman," kata dia.

Moderasi beragama dianggap strategis dalam membangun masyarakat yang inklusif serta menanamkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin di berbagai tingkatan pendidikan.

Nasionalisme menjadi pilar ketiga. Menag menekankan pentingnya pendidikan sejarah, penguatan budaya lokal, dan penghayatan nilai-nilai Pancasila sebagai upaya menanamkan cinta Tanah Air.

"Nasionalisme bukan sekadar slogan, melainkan ruh dari setiap kebijakan pendidikan kita," kata Menag.

Pendidikan agama diharapkan menjadi benteng untuk menjaga identitas bangsa di tengah derasnya pengaruh budaya asing. Sehingga, generasi muda memiliki wawasan global tanpa kehilangan akar budaya dan cinta tanah air.

Lembaga lingkungan Forum Konservasi Leuser (FKL) mengedukasi kalangan pelajar di Kabupaten Aceh Selatan untuk menjaga kelestarian alam, baik flora maupun fauna sejak usia dini.

Manajer Edukasi FKL Fery Irawan di Aceh Selatan mengatakan edukasi kelestarian alam tersebut penting diajarkan kepada pelajar agar mereka nantinya menjadi sosok yang peduli terhadap lingkungan serta melestarikan untuk generasi berikutnya.

"Edukasi dengan menjelajahi hutan Kawasan Ekosistem Leuser di Kota Subulussalam, Provinsi Aceh. Edukasi diikuti sejumlah pelajar Madrasah Aliyah Negeri 1 Kabupaten Aceh Selatan," katanya.

Fery Irawan menyebutkan Kawasan Ekosistem Leuser memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam. Di kawasan tersebut ada Stasiun Penelitian Soraya dengan luas areal studi mencapai 500 hektare.

Kawasan tersebut merupakan habitat flora dan fauna Taman Nasional Gunung Leuser yang dikenal sebagai paru-paru bumi. Edukasi ini merupakan upaya untuk melestarikan dan mewariskan kepada generasi mendatang.

"Pentingnya menjaga kelestarian hutan sejak usia dini. Kami berharap pelajar yang mengikuti edukasi mengenal Kawasan Ekosistem Leuser serta memahami konsep-konsep pendidikan konservasi," kata Fery Irawan.

 

Sementara itu, Cut Ervi Putri, pelajar MAN 1 Kabupaten Aceh Selatan, mengaku senang mengikuti edukasi tersebut. Edukasi tersebut memberikan banyak pengalaman terkait konservasi lingkungan hidup.

"Kami banyak dapat ilmu baru, mulai dari perjalanan mengarungi sungai, menjelajahi hutan hingga diperkenalkan dengan flora dan fauna yang ada di Kawasan Ekosistem Leuser," katanya.

Selain mendapatkan ilmu untuk menjaga kelestarian alam, kata Cut Ervi Putri, peserta juga belajar hal baru saat di stasiun penelitian tersebut seperti pemisahan sampah organik dan nonorganik.

"Kebiasaan kami di rumah, sampah organik dan nonorganik dicampur terus dibuang. Namun, di sini berbeda, kami diajarkan memilah terlebih dahulu sebelum sampahnya membuang," kata dia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler