Momen Isra Miraj, Yuk Kenali Lebih Dekat Masjid al-Aqsha! (1)
Inilah masjid kedua yang mula-mula dibangun di muka bumi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari sekian banyak kota di dunia, dalam ajaran Islam terdapat tiga yang mulia. Mereka adalah Makkah al-Mukarramah, Madinah al-Munawwarah, dan al-Quds. Dari ketiganya, Kota al-Quds menjadi yang paling memprihatinkan saat ini. Sebab, ketenteramannya kerap diganggu Israel, entitas penjajah yang berpaham zionisme.
Semua kota tersebut berpusat pada masjid-masjid suci. Makkah dan Madinah merupakan tempat berdirinya masing-masing Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Tentang keutamaan masjid yang menjadi lokasi Ka’bah itu, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100 ribu (kali) shalat di masjid lainnya.” Adapun keistimewaan Masjid Nabawi dinyatakan oleh Rasulullah SAW, “Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih utama dari seribu kali shalat di masjid lain” (HR Bukhari dan Muslim).
Al-Quds merupakan rumah bagi Masjid al-Aqsha. Inilah masjid kedua yang mula-mula dibangun di bumi, seperti dinyatakan dalam sebuah hadis riwayat Abu Dzar. Sahabat tersebut pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, masjid apa yang pertama kali dibangun di muka bumi?” Beliau menjawab, “Masjidil Haram.”
“Kemudian apa?” tanya Abu Dzar lagi.
“Masjid al-Aqsha,” jelas Nabi SAW.
“Berapa jarak waktu di antara keduanya?”
“Empat puluh tahun” (HR Bukhari-Muslim).
Dalam sejarah Islam, kedudukan al-Aqsha begitu berarti. Inilah kiblat pertama bagi umat Rasulullah SAW dalam shalat. Sebelum berhijrah, Nabi SAW dan para pengikutnya melaksanakan shalat dengan menghadap ke arah sana. Ketika perintah shalat lima waktu turun, mereka tetap berkiblat ke masjid di Kota al-Quds itu selama 17 bulan hingga turunnya surah al-Baqarah ayat 144. Firman Allah Ta’ala tersebut memuat perintah agar kiblat berpindah ke Ka’bah.
Al-Aqsha pun menjadi salah satu tujuan Nabi SAW tatkala melakukan Isra dan Mi’raj, yakni pada tahun ke-11 kenabian atau kira-kira setahun sebelum hijrah. “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami” (QS al-Isra: 1).
Dari Makkah, Rasulullah SAW menaiki al-Buraq dengan diiringi Malaikat Jibril, ke al-Quds. Selanjutnya, dari Masjid al-Aqsha beliau naik ke Sidratul Muntaha untuk menyaksikan berbagai kekuasaan Allah dan menerima perintah shalat lima waktu. Dari langit ketujuh, beliau kembali lagi ke Makkah. Semua perjalanan itu ditempuhnya, secara jasmani sekaligus rohani, hanya dalam satu malam.
Secara kebahasaan, nama al-aqsha berarti ‘yang paling jauh.’ Tolok ukur jauhnya adalah posisi dari Makkah sehingga Masjidil Haram seolah-olah merupakan masjid terdekat, sedangkan masjid di al-Quds itu “terjauh” letaknya. Siapa yang pertama kali menamakannya? Hanya Allah yang mengetahui. Bagaimanapun, Dia menggunakan nama tersebut dalam firman-Nya, antara lain al-Isra ayat 1.
Secara geografis, Masjid al-Aqsha terletak di Kota al-Quds atau Baitul Maqdis, Palestina—yang kini dijajah zionis-Israel. Lokasi persisnya berada di atas dataran tinggi Murayya atau kerap disebut Gunung Baitul Maqdis. Sebutan tersebut hanya berlaku bagi Muslimin. Orang-orang Yahudi menamakannya Gunung Haikal. Karena itu, kaum yang mengeklaim sebagai umat Nabi Sulaiman AS tersebut mendambakan berdirinya Haikal Sulaiman di atasnya.
Kompleks Masjid al-Aqsha memiliki luas sekira 144 ribu meter persegi. Bentuknya menyerupai sebuah persegi panjang dengan sisi-sisi yang kurang teratur. Sebab, panjang tembok yang terletak di empat arah mata angin berlainan, yakni tembok timur (491 m), tembok barat (462 m), tembok utara (310 m), dan tembok selatan (281 m).
Patut diketahui, seluruh yang ada di dalam kawasan yang terlindungi keempat sisi tembok tersebut merupakan satu kesatuan, yakni Masjid al-Aqsha. Kesuciannya pun meliputi seluruh tanah tersebut. Alhasil, yang dinamakan sebagai “Masjid al-Aqsha” bukanlah hanya satu bangunan. Ia bukan cuma, umpamanya, masjid yang berkubah emas (Kubah ash-Shakhrah) atau perak (Jami’ Qibli).
Mahdy Saied RK dalam buku Fadhailu al-Masjidi al-Aqsha wa Madinati Baiti al-Maqdisi wa ar-Raddu ‘alaa Mazaa'imi al-Yahudi memaparkan bagian-bagian dari Masjid al-Aqsha sebagai berikut. Pertama, Masjid Qadim. Dinamakan demikian karena bangunan ini lebih dahulu didirikan daripada bagian-bagian lain di al-Aqsha. Nama lainnya adalah Masjid Janubi atau Masjid Jami’ Qibli karena letaknya di arah kiblat. Pendirinya adalah Umar bin Khattab, sang khalifah yang berhasil membebaskan al-Quds dari jajahan Romawi. Adapun bentuknya yang dapat dijumpai hingga kini merupakan legasi dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan putranya, Malik.
Masjid berkubah perak ini mengambil luas 4.500 m persegi dari total luas al-Aqsha, sedangkan kapasitasnya meliputi 5.500 jamaah. Berdekatan dengan itu, ada Masjid Umar dan Mushalla Qadim. Masjid Umar memiliki atap yang bersambung dengan Jami’ Qibli. Adapun Mushalla Qadim terdiri atas dua paviliun yang bisa menampung hingga seribu jamaah.
Kedua, Masjid Qubbat ash-Shakhrah. Ia disebut pula sebagai Dome of the Rock atau Masjid Kubah Batu. Banyak gambar tentang Masjid al-Aqsha yang beredar di dunia nyata maupun maya menempatkan Kubah ash-Shakhrah di tengah-tengah. Hal itu wajar kiranya bila sang pembuat gambar ingin menunjukkan keanggunan tanah suci di al-Quds tersebut. Sebab, bangunan yang didirikan raja Dinasti Umayyah, Abdul Malik bin Marwan, itu bisa dianggap sebagai komponen yang keindahannya paling mencolok di antara seluruh bagian al-Aqsha.