100 Hari Kerja Prabowo-Gibran Dinilai Jadi Sentimen Penguatan Rupiah
Rupiah menguat 112 poin atau 0,69 persen menjadi Rp 16.171,5 per dolar AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar mata uang rupiah mengalami penguatan pada akhir Jumat (24/1/2025) dengan menyentuh level Rp 16.100-an per dolar AS. Pengamat menilai penguatan rupiah dipengaruhi oleh penilaian terhadap kinerja 100 hari kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 112 poin atau 0,69 persen menjadi Rp 16.171,5 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (24/1/2025). Pada perdagangan sebelumnya, Mata Uang Garuda berada di Rp 16.283 per dolar AS.
Diprediksi pada perdagangan selanjutnya, yakni Kamis (30/1/2025), setelah melewati libur panjang Isra Miraj dan Imlek, rupiah diproyeksikan akan melanjutkan penguatan. “Untuk perdagangan Kamis depan (30/1/2025), mata uang rupiah fluktuatif namun diprediksi ditutup menguat di rentang Rp 16.110-Rp 16.180 per dolar AS,” kata Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, dikutip Senin (27/1/2025).
Ibrahim mengatakan, dari sisi sentimen dalam negeri, penguatan rupiah dipengaruhi oleh penilaian 100 hari kerja Prabowo-Gibran. RI 1 dan RI 2 yang telah dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu memang telah melewati 3 bulan pertama memimpin Indonesia.
“Meski Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemerintahannya tidak mengenal tradisi 100 hari, publik tetap menjadikan momen ini sebagai tolok ukur awal. Tradisi ini memberi kesempatan untuk mengevaluasi arah kebijakan, komitmen terhadap janji kampanye, dan efektivitas implementasi program,” ujar Ibrahim.
Ibrahim menuturkan bahwa Prabowo telah mengklaim pemerintahannya mencatatkan capaian positif. Salah satu program yang menjadi sorotan adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Sejak diluncurkan 6 Januari 2025, program ini telah melayani 650 ribu anak di 31 provinsi. Pemerintah menargetkan 15 juta penerima pada akhir September 2025, dan seluruh anak Indonesia pada akhir tahun yang sama.
“Dengan anggaran mencapai Rp71 triliun, MBG menunjukkan skala ambisius yang mampu menarik simpati publik. Selain MBG, kebijakan penghapusan utang UMKM senilai Rp 2,4 triliun untuk 67 ribu pelaku usaha juga menuai pujian. Meski begitu, angka ini hanya menyentuh sebagian kecil dari total 65 juta UMKM di Indonesia,” terang Ibrahim.
Di sisi lain, pemerintah membatasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah senilai minimal Rp 30 miliar, disertai insentif pajak senilai Rp 265,6 triliun. “Langkah ini dianggap berani dan pro-rakyat, meskipun tidak lepas dari tantangan fiskal,” ungkapnya.
Namun, Ibrahim melanjutkan, ada kritik tajam terhadap pelaksanaan program-program tersebut. Seperti MBG, program tersebut dinilai terlalu sentralistik dan kurang melibatkan pemerintah daerah sehingga berdampak pada minimnya penguatan kapasitas lokal. Hal ini menunjukkan bahwa program populis tanpa tata kelola yang matang hanya akan menjadi sekadar pencitraan politik jangka pendek.
Sentimen ekstenal
Selain faktor dalam negeri, Ibrahim juga memandang ada sejumlah sentimen luar negeri yang memengaruhi pergerakan rupiah. Yakni sentiment dari Amerika Serikat (AS) dengan dinamika kebijakan Presiden baru Donald Trump yang jadi fokus, terutama mengenai potensi perang dagang yang lebih ketat.
Ibrahim menyebut, Trump dalam pidatonya pada hari Kamis di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, mengatakan bahwa ia akan menuntut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan pemimpin de facto-nya, Arab Saudi, untuk menurunkan biaya minyak mentah dan mendesak bank-bank sentral global untuk menurunkan suku bunga.
Trump juga mengatakan akan meminta Riyadh untuk meningkatkan paket investasi AS menjadi 1 triliun dolar AS, naik dari 600 miliar dolar AS yang dilaporkan oleh kantor berita negara Saudi pada hari sebelumnya.
“Trump telah mengumumkan keadaan darurat energi nasional pada hari Senin, mencabut pembatasan lingkungan pada infrastruktur energi sebagai bagian dari rencana besar-besaran untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas dalam negeri,” ujar Ibrahim.
Adapun pada Rabu, Trump berjanji untuk memukul Uni Eropa dengan tarif dan mengenakan tarif 25 persen terhadap Kanada dan Meksiko, dan mengatakan pemerintahannya sedang mempertimbangkan bea masuk hukuman 10 persen terhadap Tiongkok.
“Saat perhatian beralih ke kemungkinan jadwal bulan Februari untuk tarif baru yang ditetapkan oleh Trump, kehati-hatian kemungkinan akan tetap ada di pasar karena setiap pembatasan perdagangan baru akan membawa implikasi negatif bagi pertumbuhan global, yang berpotensi mengangkat dolar kembali digdaya,” jelas Ibrahim.
Ibrahim melanjutkan, selain itu, sentimen eksternal lainnya yakni datang dari Bank sentral Jepang yang menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) seperti yang diharapkan secara luas, tetapi memperkirakan inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat di tahun-tahun mendatang. BOJ juga memperingatkan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga lebih lanjut jika perkiraan ekonominya terpenuhi, menawarkan salah satu sinyal paling jelas tentang kenaikan suku bunga lebih lanjut.