Presiden Suriah Eks al Qaida al Sharaa Janji Bangun Pemerintahan yang Demokratis

Suriah kini akan bersiap menuju transisi pemerintahan yang demokratis.

AP Photo/Omar Albam
Abu Muhammad al-Julani.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Presiden Suriah yang baru diangkat, Ahmed al-Sharaa, mengatakan bahwa ia akan membentuk pemerintahan transisi yang inklusif yang mewakili berbagai komunitas yang akan membangun lembaga dan menjalankan negara hingga dapat menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan adil.

Baca Juga


Al-Sharaa menyampaikan pidato pertamanya kepada rakyat sejak diangkat menjadi presiden untuk masa transisi pada hari Rabu oleh pasukan oposisi yang menggulingkan mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam serangan kilat tahun lalu.

Kelompok yang memimpin serangan, Hayat Tahrir al-Sham, sejak itu telah membentuk pemerintahan sementara yang telah menyambut aliran delegasi diplomatik senior Barat dan Arab yang bersemangat untuk membantu menstabilkan negara tersebut setelah 13 tahun perang saudara.

Al-Sharaa dalam pidatonya mengatakan ia akan membentuk badan legislatif kecil untuk mengisi kekosongan parlemen hingga pemilihan umum baru diadakan, setelah parlemen Suriah dibubarkan pada hari Rabu.

Ia mengatakan ia juga akan dalam beberapa hari mendatang mengumumkan pembentukan sebuah komite yang akan mempersiapkan untuk mengadakan konferensi dialog nasional yang akan menjadi platform bagi warga Suriah untuk membahas program politik masa depan negara tersebut.

Itu akan diikuti oleh "deklarasi konstitusional," katanya, dalam referensi yang jelas terhadap proses perancangan konstitusi Suriah yang baru.

Al-Sharaa sebelumnya mengatakan proses perancangan konstitusi baru dan penyelenggaraan pemilihan umum mungkin memakan waktu hingga empat tahun.

Partai Baath warisan Assad Dibubarkan

Administrasi operasi militer Suriah pada Rabu (29/1) mengumumkan penunjukan Ahmad Al-Sharaa sebagai presiden transisi, sekaligus mencabut Konstitusi 2012 serta membubarkan parlemen, tentara, dan lembaga keamanan rezim sebelumnya.

Langkah bersejarah tersebut diambil setelah rezim Partai Baath runtuh pada Desember lalu.

Selain itu, seluruh faksi militer serta badan politik dan sipil revolusioner akan dibubarkan dan diintegrasikan ke dalam institusi negara, menurut pernyataan resmi yang menandai "Kemenangan Revolusi," sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi SANA.

Keputusan itu juga mencakup pembubaran Partai Baath yang berkuasa di era Assad serta Front Kemajuan Nasional, termasuk semua organisasi, institusi, dan komite yang berafiliasi, dengan larangan pembentukan kembali dalam bentuk apa pun.

Administrasi militer juga mengumumkan pembubaran angkatan bersenjata rezim sebelumnya dan membangun kembali militer berdasarkan prinsip-prinsip nasional.

Konstitusi 2012 dinyatakan tidak berlaku, dan semua undang-undang darurat turut dicabut.

Administrasi tersebut memberikan kewenangan kepada Al-Sharaa untuk membentuk dewan legislatif sementara guna mengawasi pemerintahan hingga konstitusi permanen disahkan dan diterapkan.

Pengumuman ini disampaikan dalam sebuah acara khusus di Istana Rakyat di Damaskus, yang dihadiri oleh perwakilan faksi militer dan kekuatan revolusioner Suriah, sebagaimana dilaporkan SANA.

Bashar Assad, yang telah memimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti-rezim menguasai Damaskus pada 8 Desember, serta mengakhiri kekuasaan Partai Baath yang telah berlangsung sejak 1963.

Amerika Tarik Pasukan dari Suriah

Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan kemungkinan untuk menarik pasukan militer AS dari Suriah, kata Gedung Putih pada Jumat (31/1). "Dia, sebagai Panglima Tertinggi Militer Amerika Serikat, berhak meninjau penempatan pasukan di luar negeri kapan saja," kata juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt kepada wartawan.

Ketika ditanya apakah isu tersebut menjadi topik yang tengah dibahas pemerintah, Leavitt hanya berkata, "Ya." Trump pada Kamis (30/1) mengemukakan bahwa dirinya "akan membuat keputusan" terkait pasukan AS yang telah ditempatkan untuk mendukung upaya melawan ISIS (Daesh) di Suriah.

"Kami tidak terlibat di Suriah. Suriah sudah dalam kekacauannya sendiri. Mereka sudah mengalami cukup banyak kekacauan di sana. Mereka tidak butuh keterlibatan kami," katanya.

Lembaga penyiaran publik resmi Israel, Kan, pada Selasa (28/1) melaporkan bahwa "para pejabat senior Gedung Putih menyampaikan pesan kepada rekan-rekan mereka di Israel yang mengindikasikan bahwa Presiden Trump bermaksud menarik ribuan pasukan AS dari Suriah."

Menurut pengumuman Pentagon pada Desember lalu, AS memiliki sekitar 2.000 tentara yang dikerahkan di Suriah, yang berarti sekitar 1.100 lebih banyak dari yang diungkapkan sebelumnya.

Tantangan al Sharaa: Pasukan Israel

Menjadi Presiden Suriah bukanlah hal yang mudah. Al Sharaa dihadapkan sejumlah tantangan baik internal maupun eksternal. Terkait internal, Al Sharaa harus mampu mendamaikan faksi-faksi di Suriah seperti Kurdi dan juga kelompok yang selama ini bersamanya memerdekakan Suriah dari Bashar Assad. Kemudian mereka diarahkan untuk sama-sama terlibat dalam proses demokrasi menentukan pemimpin masa depan Suriah. 

Kedua, al Sharaa dihadapkan dengan ambisi rakus militer Israel yang sejak Assad jatuh mencaplok kawasan Golan, termasuk Desa Qunaitra yang ada di area perbatasan Suriah dan Israel. Hal ini menjadi masalah yang membutuhkan keseriusan pihaknya. Sebab menyelesaikan masalah ini membutuhkan tekanan luar negeri untuk memukul mundur pasukan Israel di sana.

Stabilitas kawasan Suriah, juga keutuhan wilayah Suriah merupakan tanggung jawab bersama yang harus dikawal dengan baik oleh al Sharaa. Dia harus menjadi penggerak utama pertahanan, politik, dan ekonomi, sehingga simpul-simpul demokrasi di negaranya berjalan dengan baik. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler