100 Hari Pemerintahan Prabowo Menunjukkan Adanya Penguatan Ekonomi Syariah

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia.

Prayogi/Republika
Evaluasi 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan adanya penguatan terhadap ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. (ilustrasi)
Rep: Dian Fath Risalah Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Evaluasi 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan adanya penguatan terhadap ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Salah satu indikatornya adalah pembentukan serta penguatan sejumlah lembaga yang berperan dalam ekosistem ekonomi syariah, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Badan Penyelenggara Haji (BPH), dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).  

Baca Juga


Menurut Wakil Kepala Center for Sharia Economic Development (INDEF) Handi Risza, BPJPH memiliki peran penting dalam menjamin kehalalan produk yang beredar di pasar. Pemerintah telah menargetkan sertifikasi halal terhadap 10 juta produk, meski target ini belum tercapai pada periode pemerintahan sebelumnya.  

“BPJPH ternyata sudah diberi target 10 juta sertifikasi halal oleh pemerintahan yang lama (Presiden Joko Widodo), tetapi belum terwujud. Jadi (target ini) harus kita push, karena ini menjadi target pemerintahan yang sekarang juga. Kami berharap sertifikasi ini bisa membentuk ekosistem ekonomi industri halal. Jadi, BPJPH tidak hanya menerbitkan sertifikasi halal, tetapi bisa mendorong serta membangun ekosistem ekonomi syariah," ujarnya dalam diskusi 100 Hari Pemerintahan Prabowo: Menagih Janji Bidang Ekonomi Syariah yang diikuti secara daring, Jumat (31/1/2025) kemarin.

Selain itu, BPJPH juga diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. "Kami berharap hal ini bisa jadi stimulus untuk mendorong target ekonomi 8 persen. BPJPH masih mencari pola bisa mencapai target sertifikasi halal dan jadi pendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru," tambahnya.  

Sementara itu, pembentukan Badan Penyelenggara Haji (BPH) menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan tata kelola ibadah haji dan umrah. Lembaga ini bertugas mengoordinasikan penyelenggaraan haji bersama Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).  

"Saya lihat koordinasi sudah baik. Tinggal bagaimana menjalankan fungsi yang melekat dengan masing-masing lembaga dan aturan main yang sudah melekat dengan masing-masing lembaga tersebut. Kami berharap BPH bisa membangun ekosistem haji yang berdampak terhadap perekonomian masyarakat, seperti pemanfaatan asrama haji, RS haji, industri halal, UMKM perlengkapan haji, dan sistem keuangan," kata Handi.  

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengungkapkan, perputaran uang dalam ekosistem haji dan umrah diprediksi meningkat dari Rp 65 triliun pada 2023 menjadi Rp 194 triliun pada 2030.  

Infografis Usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 - (Republika)

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) juga mendapat perhatian dalam evaluasi ini. Saat ini, KNEKS telah membentuk Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) di 30 provinsi di Indonesia. Menurut Handi, KNEKS perlu ditingkatkan statusnya menjadi Badan Pengembangan Ekonomi Syariah (BPES) agar lebih mandiri dan memiliki kewenangan yang lebih kuat.

"Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah ke depan lebih otonom karena menjadi badan atau lembaga setingkat kementerian yang berada di bawah koordinasi Presiden. Sehingga badan ini bisa menjadi motor penggerak Ekonomi dan Keuangan Syariah Pemerintahan Prabowo," tegasnya.  

Indonesia memiliki potensi besar dalam ekonomi syariah. Data Pew Research Center menunjukkan bahwa jumlah penduduk Muslim dunia mencapai lebih dari 2 miliar jiwa atau 25 persen dari populasi global pada 2024. Di Indonesia sendiri, mayoritas penduduknya atau sekitar 245 juta jiwa beragama Islam.  

Penasehat Center for Sharia Economic Development (CSED-INDEF) A Hakam Naja menekankan, Indonesia harus mengoptimalkan peluang ini agar tidak hanya menjadi pasar bagi negara lain. "Jangan sampai pasarnya besar, tetapi dimanfaatkan oleh pihak atau negara lain. Jadi bagaimana mengoptimalkan peluang ini," katanya.  

Pusat ekonomi syariah dunia

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Potensi ini semakin kuat dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai organisasi ekonomi Islam yang berperan penting dalam perdagangan dan keuangan global.

Salah satunya adalah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang mencakup negara-negara dengan total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 8,9 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 1.379.500 triliun pada 2023, berkontribusi sebesar 8,5 persen terhadap PDB global.  

Selain itu, Indonesia juga tergabung dalam Developing 8 Countries (D-8), bersama Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Turki, yang secara kolektif memiliki total PDB senilai 4,92 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 762.600 triliun. Lebih lanjut, Indonesia baru saja bergabung dengan BRICS, sebuah kelompok ekonomi yang kini menguasai 29 persen PDB global dan mendominasi 40 persen produksi serta ekspor minyak dunia.

Total PDB BRICS sendiri mencapai 28,8 triliun dolar AS atau setara dengan Rp 4.464.000 triliun. Partisipasi ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas akses pasar dan investasi di sektor ekonomi syariah. 

Indonesia juga sedang dalam proses aksesi menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yang terdiri dari 38 negara dengan total 60 persen dari nilai perdagangan dan PDB global. Bergabungnya Indonesia dengan OECD diharapkan dapat meningkatkan daya saing ekonomi syariah nasional di tingkat internasional.  

Di dalam negeri, sektor keuangan syariah Indonesia juga menunjukkan perkembangan positif. Pasar modal syariah terus menguat, tercermin dari Indeks Saham Syariah (ISSI) yang meningkat sebesar 1,41 persen year-to-date, dengan lebih dari 55,33 persen saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia merupakan saham syariah. Penerbitan sukuk juga mengalami pertumbuhan signifikan, dengan total nilai mencapai Rp 1.627,68 triliun atau setara dengan 20,8 persen dari total obligasi negara.

Dari sektor perbankan, pembiayaan syariah tumbuh 11,26 persen secara tahunan (year-on-year), mengungguli pertumbuhan perbankan konvensional yang hanya mencapai 10,79 persen. Namun, meskipun mengalami kemajuan, masih terdapat tantangan yang harus diatasi. Pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia baru mencapai 7,45 persen, hanya mengalami kenaikan tipis dari 7,44 persen pada tahun sebelumnya. Selain itu, ekosistem halal juga perlu diperkuat, mencakup industri makanan, kosmetik, farmasi, serta rantai pasok yang sesuai dengan prinsip syariah agar lebih kompetitif di pasar domestik maupun global.  

Ekonomi Syariah Indonesia ada di Lima Besar Dunia - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler