Tawanan Israel Berterima Kasih kepada Al-Qassam, Kritik Rezim Israel
Hamas menuduh Israel menghambat pelaksanaan kesepakatan bantuan dan rekonstruksi Gaza
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Seorang tawanan Israel yang dibebaskan dalam pertukaran tahanan putaran keempat mengucapkan terima kasih kepada sayap militer Hamas karena telah memenuhi kebutuhannya dan merawatnya selama ditahan di Gaza.
Keith Siegel, penduduk asli Carolina Utara yang memiliki kewarganegaraan Israel, mengirim surat kepada Brigade al-Qassam pada Ahad (2/1/2024) untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya. Dia merasa jika al-Qassam telah memastikan semua kebutuhan selama dalam tahanan dipenuhi.
"Para pejuang yang menjaga saya selama periode ini memastikan untuk memenuhi semua kebutuhan saya, termasuk makanan, minuman, obat-obatan, vitamin, perawatan mata, alat pemantau tekanan darah, dan kebutuhan lainnya," kata dia.
“Mereka juga membawakan dokter ketika saya merasa tidak sehat dalam waktu yang lama. Para penjaga menanggapi permintaan saya terkait makanan, masalah makanan, dan lain-lainnya... Mereka juga memastikan membawa makanan yang sesuai dengan kondisi kesehatan saya, makanan vegetarian tanpa minyak,” tambah dia.
Siegel mengkritik rezim Israel karena tidak berbuat cukup untuk mencapai kesepakatan demi memulangkan para tahanan lebih cepat dan mengakhiri perang berdarah di Gaza.
"Saya berharap perdamaian segera datang dan saya ingin berterima kasih kepada para pejuang yang telah menjaga saya selama periode ini," ucap dia.
Siegel dibebaskan pada Sabtu (1/1/2025) dalam pertukaran tahanan putaran keempat antara perlawanan Palestina dan rezim pendudukan.
Tudingan Hamas
Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menuduh Israel menghambat pelaksanaan kesepakatan bantuan dan rekonstruksi di Gaza, yang selama lebih dari 15 bulan mengalami pengeboman hingga gencatan senjata mulai berlaku sejak Ahad (19/1/2025).
"Israel terus menunda pelaksanaan proses bantuan dan rekonstruksi yang telah disepakati dalam perjanjian gencatan senjata, serta tidak sepenuhnya memenuhi komitmennya terhadap bantuan kemanusiaan," kata juru bicara Hamas, Hazem Qassem, dalam sebuah pernyataan tanpa merinci lebih lanjut.
"Meski sektor kesehatan mengalami kehancuran besar, pendudukan (Israel) belum mengizinkan upaya pemulihan atau masuknya pasokan medis penting," tambahnya.
"Pengiriman bahan bakar masih jauh di bawah jumlah yang ditetapkan dalam kesepakatan, dan pasokan yang mencapai Gaza utara sangat minim," ujar dia.
Qassem juga menyatakan alat berat yang disebutkan dalam kesepakatan belum diizinkan masuk. Hal tersebut menyulitkan evakuasi jenazah para syuhada dan menghambat pemulihan jenazah sandera yang akan ditukar, terutama pada akhir fase ini.
Hamas mendesak para mediator, yaitu Qatar dan Mesir, serta penjamin gencatan senjata, untuk memaksa Israel agar segera mengizinkan masuknya bantuan yang telah disepakati, termasuk tenda, bahan bakar, pasokan makanan, dan alat berat, serta memastikan penghentian semua pelanggaran lainnya.
Sebelumnya pada hari yang sama, Kepala Kantor Media Gaza, Salama Marouf, menyatakan bahwa Gaza kini menjadi "zona bencana kemanusiaan" yang tidak memiliki kebutuhan dasar untuk bertahan hidup dan menjaga martabat manusia.
Pada Rabu, Kantor Media Gaza juga mendesak penekanan terhadap Israel agar mengizinkan masuknya tenda dan karavan untuk menampung lebih dari seperempat juta keluarga pengungsi yang kehilangan rumah akibat genosida.
Gencatan senjata yang berlangsung selama enam pekan itu merupakan tahap pertama dari kesepakatan tiga tahap yang dapat mengakhiri perang Israel di Gaza secara permanen.
Serangan militer Israel tersebut telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina dan menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.