Sambut HPN 2025, Muhammadiyah Soroti Peran Pers untuk Demokrasi dan Kebudayaan

Haedar Nashir menyampaikan 6 pesan terkait Hari Pers Nasional tahun ini.

muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan selamat atas Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari 2025. Peringatan tersebut dimaknai sebagai wujud penghargaan atas peran media massa dalam mencerdaskan bangsa dan menjaga demokrasi di Tanah Air.

Baca Juga


Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir mengatakan, kemerdekaan pers adalah sebuah wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dalam memperingati HPN 2025, Haedar mengajak seluruh insan dan institusi pengelola pers untuk merefleksikan kaidah-kaidah normatif dan imperatif, sebagaimana termaktub dalam UU Pers tersebut. Beleid yang sama juga menegaskan, salah satu peran media massa sebagai alat untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Bersamaan dengan itu, lanjut dia, ada beberapa poin yang perlu direfleksikan bersama. Pertama, pers nasional saat ini diharapkan betul-betul menjalankan fungsinya secara utuh. Perannya bukan semata-mata fungsi kontrol sosial, tetapi juga edukatif serta menyajikan informasi yang objektif, adil, mencerahkan, dan mencerdaskan bangsa.

"Dengan makin bebasnya ekosistem pers, maka diharapkan tetap menjunjung tinggi kebenaran, kebaikan, dan nilai-nilai luhur kehidupan. Seraya menjauhi hoaks, provokasi, menebar kebencian dan permusuhan, serta hal-hal yang meluruhkan martabat, kebaikan, dan persatuan bangsa," ujar Haedar Nashir dalam keterangan yang diterima Republika, Sabtu (8/2/2025).

“Asas cover both side mesti dipegang teguh seraya dikembangkan penyajian informasi yang memberi banyak pandangan agar tidak bersifat tendensius dan monolitik,” sambung dia.

Kedua, pers nasional diharapkan memberikan edukasi yang objektif, berbasis pengetahuan, dan memberi kesempatan kepada seluruh warga untuk menyerap informasi secara demokratis. Dengan demikian, fungsinya juga turut mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Rakyat berhak untuk memilah dan memilih informasi yang disajikan secara objektif, berimbang, dan demokratis. Hindari pencampuradukan fakta dan opini, lebih-lebih yang bersifat tendensius dan hanya bersandarkan pada satu sudut pandang," ucap Haedar.

Ketiga, pers nasional diharap tetap berperan aktif dalam proses konsolidasi demokrasi Indonesia. Selain tetap konstruktif dan kritis dalam menyikapi kebijakan-kebijakan negara, pers nasional juga seyogianya ikut menciptakan budaya demokrasi yang moderat serta berbasis pada nilai-nilai luhur Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa.

“Demokrasi yang menjadi rujukan adalah Pancasila, khususnya sila keempat. Bukan demokrasi liberal yang sebebas-bebasnya tanpa keterikatan pada nilai dan sistem kehidupan yang berlaku di Indonesia,” tutur Haedar.

Keempat, media sosial dan digital sebagai media baru (new media) diharap tetap menjunjungtinggi nilai dan etika luhur yang hidup di negeri ini, yaitu Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa.

Pelbagai tantangan masa kini, termasuk maraknya teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) semestinya dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umum, bukan justru kemudaratan.

"Kembangkan mekanisme self-editing yang saksama sebelum informasi dan segala bentuk sajian diangkat ke ruang publik,” jelas Haedar.

Kelima, di tengah masifnya perkembangan dunia digital, seluruh pihak diharap tetap menjaga keberlangsungan media cetak dan media konvensional. Menurut Haedar, relasi sosial yang bersifat verbal dan langsung juga masih diperlukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

“Manusia dengan segala relasinya tidak dapat sepenuhnya dibentuk secara instrumental serta digantikan oleh teknologi digital, AI, dan alat mesin lainnya karena kedudukannya sebagai insan ciptaan Tuhan yang terbaik (fi ahsan at-taqwim) dan khalifah di muka bumi (khalifat fi al-ardl) yang melekat dengan sunatullah kehidupan,” tutur Haedar.

Terakhir, Haedar berpesan bahwa pers sebagai media massa sejatinya merupakan media kebudayaan yang berbasis dan berorientasi pada pengembangan sistem pengetahuan kolektif manusia dalam kehidupan bersama, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan antarbangsa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler