Pemangkasan Anggaran Rp 306,7 Triliun, CELIOS Ingatkan Risiko Krisis Fiskal
Efisiensi ini positif jika diarahkan untuk memperbaiki fiskal dan layanan publik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang pemangkasan anggaran Rp 306,7 triliun dinilai berdampak luas. CELIOS menilai efisiensi ini positif jika diarahkan untuk memperbaiki fiskal dan layanan publik, namun berisiko memicu krisis jika hanya untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Persoalannya, sebagian anggaran dipotong tanpa pertimbangan teknokratik yang matang. Pemotongan anggaran BMKG, misalnya, justru malah menghambat program swasembada pangan karena berpotensi mengganggu utilisasi operasional BMKG dalam menganalisis kebencanaan, perubahan cuaca, dan dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, Pemerintah perlu memastikan agar pemotongan anggaran dilakukan dengan hati-hati, serta pengalokasiannya dapat digeser pada program perlindungan sosial yang jauh lebih tepat sasaran, seperti penambahan penerima program PKH, subsidi pupuk, subsidi perumahan dan transportasi, beasiswa pendidikan, membayar tukin dosen, serta perbaikan kualitas kesehatan," ujar Media Askar, Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Senin (10/2/2025).
CELIOS merekomendasikan agar program MBG menerapkan skema targeted approach yang hanya menyasar kelompok rentan, seperti anak malnutrisi, ibu hamil, dan keluarga berpenghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan. Dengan pendekatan ini, anggaran yang dibutuhkan hanya Rp 117,93 triliun per tahun, jauh lebih hemat dibandingkan skema universal pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp 400 triliun.
Berdasarkan studi CELIOS, skema targeted approach dapat menghemat anggaran Rp 6,93 triliun untuk MBG. Sementara sisa efisiensi Rp 259,76 triliun dapat dialokasikan ke program sosial lain seperti peningkatan Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 30,37 triliun untuk 10,16 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Tambahan Rp 13,71 triliun untuk Program Indonesia Pintar (PIP) yang mencakup 18,89 juta siswa, serta Rp 14,49 triliun untuk beasiswa kuliah bagi 1,04 juta mahasiswa juga dapat diberikan. Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 4,98 triliun untuk 1,38 juta pekerja bisa ditingkatkan, sedangkan subsidi tiket KRL Jakarta-Bogor sebesar Rp 1,80 triliun dapat membuat layanan ini gratis.
Selain itu, BPJS Kesehatan (PBI JKN) dapat menerima tambahan Rp 47,21 triliun untuk 98,35 juta peserta. Subsidi pupuk sebesar Rp 54,86 triliun untuk 9,98 juta petani juga bisa ditambah, sementara tunggakan tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN sejak 2020-2024 sebesar Rp 5,7 triliun dapat segera dilunasi.
Peneliti CELIOS Bakhrul Fikri, memperingatkan, pemangkasan anggaran yang tidak tepat dapat berdampak negatif terhadap layanan publik dan infrastruktur. "Jika pemangkasan ini justru menimbulkan efek samping negatif bagi layanan publik dan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, jembatan, puskesmas hingga sekolah maka pemangkasan anggaran justru akan menjadi windows of disaster bagi perekonomian, kualitas pendidikan, dan kesehatan masyarakat baik di skala daerah maupun nasional," kata Fikri.
Sementara itu, Galau D Muhammad, peneliti CELIOS lainnya, menyoroti bahwa pemangkasan anggaran kali ini berbeda dengan automatic adjustment saat pandemi Covid-19. "Muncul pertanyaan juga mengapa pemangkasan anggaran yang terjadi masih belum menyentuh kementerian dan lembaga yang sebenarnya banyak disorot kinerjanya di publik, seperti Kepolisian, Kemenhan, DPR/MPR, serta program-program problematik seperti food estate dan IKN," kata Galau.
Bara M Setiadi, peneliti CELIOS, menambahkan bantuan sosial harus diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. "Bantuan bukan semata-mata asal disalurkan kepada semua orang. Oleh karena itu, skema Makan Bergizi Gratis yang kami usulkan itu tersasar untuk masyarakat yang memang rentan dan membutuhkan. Dengan skema yang kami usulkan ini, ada sekitar 259 triliun Rupiah yang bisa diinvestasikan untuk bantuan lain yang lebih berpihak kepada masyarakat rentan tadi," ujar Bara.
CELIOS juga merekomendasikan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sumber lain, seperti pajak karbon, pajak kekayaan, dan pajak produksi batu bara. Dengan pendekatan fiskal yang lebih transparan dan berkeadilan, kebijakan anggaran dapat lebih optimal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan ekonomi nasional dan daerah.