Hamas Tunda Pembebasan Tahanan Israel Setelah Netanyahu Sabotase Gencatan Senjata

Militer Israel telah membatalkan cuti bagi tentara mereka.

AP Photo/Mohammed Hajjar
Pejuang Palestina ke lokasi penyerahan sandera Agam Beger di kamp pengungsi Jabalya di Kota Gaza, Kamis 30 Januari 2025.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM — Kelompok Perlawanan Palestina Hamas mengatakan pada Senin (10/2/2025), mereka akan menunda pembebasan sandera lebih lanjut di Jalur Gaza. Penundaan tersebut dilakukan akibat sikap Israel yang melanggar kesepakatan gencatan senjata yang sedang menghadapi krisis paling serius sejak dimulai tiga pekan lalu.

Baca Juga


Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berada di bawah tekanan besar untuk mengamankan pembebasan sandera yang tersisa setelah tiga orang Israel yang dibebaskan pada Sabtu dibebaskan setelah 16 bulan dalam tawanan. Terancamnya gencatan senjata tersebut juga ditandai instruksi militer Israel yang mengatakan pada Senin malam bahwa mereka telah membatalkan cuti bagi para tentara yang ditugaskan ke Gaza.

Hamas mengatakan rencananya untuk menunda pembebasan sandera berikutnya sampai pemberitahuan lebih lanjut. Sikap Hamas tergantung pada apakah Israel mematuhi kewajibannya. Pengumuman ini muncul ketika warga Palestina dan masyarakat internasional marah atas komentar Presiden Donald Trump baru-baru ini bahwa warga Palestina dari Gaza tidak akan memiliki hak untuk kembali di bawah usulannya agar AS mengambil alih wilayah yang dilanda perang tersebut.

Pembebasan sandera prajurit Israel oleh Hamas di Jabalia - (Tangkapan layar)

Israel dan Hamas berada di tengah-tengah gencatan senjata selama enam pekan, di mana Hamas telah berkomitmen untuk membebaskan 33 sandera yang ditangkap dalam serangan pada 7 Oktober 2023 dengan imbalan hampir 2.000 tahanan Palestina.

Kedua belah pihak telah melakukan lima kali pertukaran sejak gencatan senjata tahap pertama mulai berlaku pada 19 Januari. Hamas telah membebaskan 21 tawanan sementara Israel membebaskan lebih dari 730 tahanan Palestina. Pertukaran berikutnya, yang dijadwalkan pada Sabtu, akan membebaskan tiga sandera Israel untuk ditukar dengan ratusan tahanan Palestina.

Perang dapat berlanjut pada awal Maret jika tidak ada kesepakatan yang dicapai pada tahap kedua gencatan senjata yang lebih rumit. Pada tahap ini,  semua sandera yang tersisa akan dikembalikan sementara Israel akan menyepakati gencatan senjata yang tidak terbatas.

 

 

Seorang pejabat Israel mengatakan bahwa Netanyahu sedang berkonsultasi dengan para pejabat keamanan setelah pengumuman Hamas tersebut. Pejabat tersebut, yang berbicara dengan syarat tidak disebutkan namanya, mengatakan Netanyahu juga memajukan jadwal pertemuan Kabinet Keamanannya menjadi Selasa pagi dari sebelumnya.

Selain membatalkan cuti bagi para tentara di Gaza, militer Israel juga mengatakan pada Senin bahwa mereka memperkuat pasukan pertahanan yang bertanggung jawab atas daerah-daerah di sepanjang perbatasan dengan Gaza.

Menteri Pertahanan Israel Katz menuduh rencana Hamas untuk menunda pembebasan sandera berikutnya merupakan pelanggaran  terhadap perjanjian gencatan senjata. Dia menginstruksikan militer Israel untuk berada dalam tingkat siaga tertinggi. Koordinator perdana menteri untuk para sandera mengatakan bahwa pemerintah Israel berniat untuk memenuhi perjanjian yang telah disepakati.

Juru bicara Hamas, Abu Obeida, mengatakan di media sosial bahwa Israel telah menghalangi ketentuan-ketentuan kunci dari gencatan senjata dengan tidak mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke Gaza utara. Israel melakukan serangan-serangan di seluruh wilayah tersebut, dan gagal memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan.

Kelompok itu kemudian mengeluarkan pernyataan yang menyebut penundaan yang direncanakan sebagai “sinyal peringatan”, dan menambahkan bahwa “pintu tetap terbuka untuk pertukaran yang akan berlangsung sesuai rencana jika Israel mematuhi kewajibannya.”

Kelompok yang mewakili banyak keluarga sandera itu meminta negara-negara yang menjadi penengah untuk mencegah gagalnya kesepakatan tersebut.

Poin Kesepakatan Gencatan Senjata - (Republika)

Media Israel pada Ahad (9/2/2025) waktu setempat,  mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sengaja menghalangi negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung dengan Hamas. Pimpinan Partai Likud tersebut bertujuan untuk menggagalkan kesepakatan sebelum sampai tahap berikutnya.

Laporan media menunjukkan, delegasi Israel yang dikirim ke Qatar tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Hal tersebut menandakan keengganan Netanyahu untuk melanjutkan kesepakatan yang akan mengamankan pembebasan lebih banyak tahanan Palestina dan gencatan senjata permanen di Gaza.

Haaretz mengutip sumber yang menyatakan bahwa kehadiran delegasi di Doha hanya untuk pamer."Netanyahu mengisyaratkan dengan jelas bahwa dia tidak ingin melanjutkan ke tahap berikutnya," kata salah satu sumber, seraya menambahkan bahwa dia memandang gencatan senjata tersebut merusak posisi politiknya.

Laporan tersebut menunjukkan, Netanyahu lebih peduli untuk menenangkan faksi sayap kanan Israel daripada mengamankan kebebasan tawanan Israel. "Para pemilih sayap kanan melihat di lapangan bahwa kami belum mengalahkan Hamas dan para operatornya terus berjalan dengan senjata," sumber tersebut menjelaskan, merujuk pada bagaimana eksistensi Hamas saat  acara pembebasan tawanan yang diselenggarakan di Gaza yang mengejek klaim Netanyahu tentang kemenangan total.

Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Washington, Selasa, 4 Februari 2025. - (AP Photo/Evan Vucci)

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler