Disanksi AS Ekspor Minyak Nol, Iran: Kami Eksplorasi Sumur Minyak Terbesar di Dunia

Iran akan terus ekspor energi meski disanksi keras Amerika.

Dok istimewa
Ilustrasi eksplorasi sumur minyak bumi lepas pantai.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran baru saja disanksi Amerika. Presiden Amerika Donald Trump menyatakan ini adalah sanksi terberat yang dirasakan Iran, yaitu ekspor minyak hingga nol. Hal itu disampaikan Trump beberapa waktu setelah dirinya dilantik kembali sebagai Presiden Negara Pam Sam. 

Meski sudah ditekan habis-habisan oleh super power Amerika, Iran tak bergeming. Negara yang menjadi simbol keberlangsungan Peradaban Persia itu tetap saja menggeber eksplorasi minyaknya, terutama kini yang ada di sumur South Pars. Kabarnya ini adalah sumur dengan kandungan minyak terbanyak di dunia. 

Iran mengumumkan pada hari Selasa bahwa mereka hampir menandatangani salah satu kontrak terbesar dalam sejarah industri minyaknya.

Menteri Perminyakan Iran Mohsen Paknejad mengatakan selama partisipasinya dalam pawai peringatan 46 tahun kemenangan Revolusi Islam di Teheran bahwa “kontrak pengangkatan tekanan di ladang South Pars merupakan salah satu kontrak minyak terbesar di negara tersebut.”

Berdasarkan kontrak baru, pemompaan dari ladang South Pars, yang terletak di provinsi Bushehr di selatan Teheran, akan diperkuat.

Ladang South Pars merupakan salah satu ladang gas alam terbesar di dunia, dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Iran, menjadi pilar utama ekspor gas Teheran ke negara-negara tetangga dan di seluruh dunia.

 

Ladang ini membentang di wilayah perairan Teluk yang luas, antara Iran dan Qatar, yang menjadikannya sumber pendapatan utama dan penting bagi kedua negara.

Trump menerima Netanyahu, penjahat nomor satu dunia

Baca Juga


Di sisi lain, Paknejad mengatakan kemarin, Senin, dalam komentarnya atas pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai keinginannya untuk berunding dengan Iran: "Trump dan gerombolannya tidak dapat dipercaya. Cukuplah untuk mengingat bahwa penjahat terbesar di dunia saat ini, Netanyahu, adalah tamu pertama yang mengunjungi Trump setelah ia kembali berkuasa."

Ia melanjutkan: "Kita tidak boleh menganggap serius ancaman mereka," karena "Israel" terlalu kecil untuk melakukan apa pun, dan mereka tahu kekuatan kita di berbagai bidang.

Menteri Perminyakan Iran juga menambahkan bahwa Trump, yang mengumumkan penerapan "tekanan maksimum" terhadap Teheran, ingin menguji kembali kebijakan yang gagal.

Bersurat kepada PBB

Iran telah menulis surat kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyampaikan protesnya terhadap Presiden AS Donald Trump yang mengancam negara itu dengan serangan militer.

Surat tersebut ditulis oleh Perwakilan Tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Amir Saeid Iravani dan diteruskan kepada Presiden Dewan Keamanan Fu Cong. Salinannya juga dikirimkan kepada Sekretaris Jenderal Antonio Guterres.

Berikut ini adalah naskah surat Duta Besar Iravani,

Atas Nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Yang Mulia,

Atas instruksi dari Pemerintah saya, saya menulis untuk menarik perhatian Dewan Keamanan terhadap pernyataan yang sangat mengkhawatirkan dan tidak bertanggung jawab yang dibuat oleh Presiden Amerika Serikat, di mana ia secara terbuka mengancam penggunaan kekuatan terhadap Republik Islam Iran. Menurut The New York Post, ia menyatakan: “Saya ingin kesepakatan dengan Iran mengenai non-nuklir. Saya lebih suka itu daripada membomnya habis-habisan. Mereka tidak ingin mati. Tidak seorang pun ingin mati.”

 

Dalam pernyataan agresif lainnya, selama wawancara dengan Fox News pada hari Senin, 10 Februari 2025, Presiden AS menegaskan kembali bahasa perang yang sama, dengan menyatakan: “… Saya ingin membuat kesepakatan tanpa membom mereka….” Ia melanjutkan dengan mengatakan “…Ada dua cara untuk menghentikan Teheran mengembangkan senjata nuklir: "Dengan bom atau dengan selembar kertas tertulis". Pernyataan yang sembrono dan menghasut ini secara mencolok melanggar hukum internasional dan Piagam PBB, khususnya Pasal 2(4), yang melarang ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap negara berdaulat.

Provokasi semacam itu semakin diperparah oleh apa yang disebut kebijakan “tekanan maksimum”, yang diuraikan dalam Nota Presiden Keamanan Nasional (NSPM) tertanggal 4 Februari 2025. Kebijakan ini memperkuat tindakan pemaksaan sepihak yang melanggar hukum dan meningkatkan permusuhan terhadap Iran, yang secara terang-terangan melanggar prinsip-prinsip dasar dan norma-norma hukum internasional.

Republik Islam Iran dengan tegas menolak dan mengutuk ancaman yang gegabah ini. Dewan Keamanan PBB tidak boleh tinggal diam menghadapi retorika yang kurang ajar seperti itu, karena normalisasi ancaman penggunaan kekuatan merupakan preseden yang berbahaya dan harus dikutuk dengan tegas.

 

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Amir Saeid Iravani menyampaikan pernyataannya dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB pada Ahad (14/4/2024) waktu setempat. - (Antara/UN Photo)
 

Republik Islam Iran memperingatkan bahwa setiap tindakan agresi akan menimbulkan konsekuensi yang berat, dan AS akan menanggung semua tanggung jawabnya. Sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertanggung jawab, yang berkomitmen untuk menegakkan perdamaian, keamanan, dan kerja sama internasional, Iran akan dengan tegas mempertahankan kedaulatan, integritas teritorial, dan kepentingan nasionalnya terhadap tindakan permusuhan apa pun.

Saya akan berterima kasih jika Anda bersedia mengedarkan surat ini sebagai dokumen Dewan Keamanan.

Terimalah, Yang Mulia, jaminan pertimbangan tertinggi saya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler