Ini Tiga Hal yang Disorot Ombudsman Terkait Distribusi LPG 3 Kg

Kondisi tersebut berpotensi merugikan masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro.

Republika/Prayogi
Warga berjalan didekat tabung gas LPG 3 Kg yang kosong di salah satu warung kelontong di Kawasan Tebet, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman mengungkap berbagai permasalahan distribusi LPG 3 kg yang menghambat penyaluran tepat sasaran. Kondisi itu berpotensi merugikan masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro yang berhak menerima subsidi.

Baca Juga


Hal itu disampaikan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika saat menggelar Rapat Koordinasi Pengawasan terkait kebijakan penyaluran LPG bersubsidi 3 kg bersama Kementerian ESDM RI dan PT Pertamina Patra Niaga. Pertemuan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Ombudsman RI dalam melakukan pengawasan.

"Tiga hal utama yang menjadi sorotan kami adalah terkait mekanisme penyaluran, sasaran penyaluran, dan perubahan tata kelola terkait LPG bersubsidi 3 kg," kata Yeka, Rabu (13/2/2025).

Berdasarkan hasil pengawasan yang telah dilakukan di beberapa daerah seperti Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, dan Kepulauan Riau, Ombudsman mencatat beberapa temuan penting. Salah satunya ketidaksesuaian prosedur pengisian ulang tabung LPG 3 kg di berbagai Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE). Ombudsman mendapati standar pengecekan keamanan tabung LPG berbeda di setiap wilayah.

"Ada yang menggunakan perendaman dalam air, sementara di tempat lain hanya dilakukan pemeriksaan manual. Selain itu, sejumlah tabung LPG tidak memiliki tanggal kedaluwarsa yang jelas, berisiko menimbulkan bahaya bagi pengguna," ujar Yeka.

Selain masalah teknis, Ombudsman RI juga menyoroti ketidakseimbangan dalam distribusi LPG 3 kg. Beberapa pangkalan ditemukan berlokasi terlalu berdekatan di satu wilayah. Sedangkan di daerah lain masyarakat harus menempuh jarak jauh untuk memperoleh LPG bersubsidi.

"Peran agen dalam menjamin ketersediaan stok dinilai belum optimal. Saat ini, agen hanya berfungsi sebagai distributor tanpa kewajiban menyediakan cadangan stok LPG untuk mengantisipasi lonjakan permintaan atau gangguan pasokan," ujar Yeka.

 

Yeka menyoroti regulasi terbaru mengharuskan penjualan LPG bersubsidi dilakukan langsung oleh pangkalan kepada konsumen yang terdaftar. Ombudsman RI menilai kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam.

"Terutama terkait kesiapan infrastruktur pendataan serta dampaknya terhadap harga eceran tertinggi (HET) yang berlaku di masyarakat," ujar Yeka.

Selain itu, Ombudsman RI memberikan sejumlah rekomendasi. Yaitu penerapan mekanisme seragam untuk pengecekan keamanan tabung LPG, pengaturan ulang distribusi pangkalan agar lebih merata, serta penguatan sistem pendataan dan verifikasi penerima subsidi berbasis aplikasi.

"Ombudsman juga mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa pembatasan distribusi tidak menyebabkan kelangkaan di daerah terpencil," ujar Yeka.

Dengan berbagai permasalahan ini, Ombudsman berharap perbaikan sistem distribusi LPG 3 kg agar subsidi benar-benar tepat sasaran dan dapat dinikmati oleh mereka yang berhak.

"Pemerintah dan Pertamina diminta segera menindaklanjuti temuan ini guna memastikan keamanan, ketersediaan, serta keterjangkauan LPG bersubsidi bagi masyarakat," ucap Yeka. 

Sejarah perjalanan LPG 3 kilogram. - (Infografis Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler