Penyidikan Kasus Dugaan Pemalsuan Sertifikat Pagar Laut Rampung, Siapa Tersangka?
Saat ini tim penyidikan di Dittipidum Polri tinggal menunggu alat bukti pamungkas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Polri merampungkan proses penyidikan terkait kasus dugaan pemalsuan dalam skandal pemagaran laut di kawasan pantai utara Tangerang, Banten. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, saat ini tim penyidik tinggal menunggu alat bukti pamungkas sebelum melakukan gelar perkara penetapan tersangka.
Djuhandani mengatakan, alat bukti terakhir tersebut adalah hasil uji laboratorium forensik terkait dengan sertifikat atau surat-surat kepemilikan lahan yang dinilai palsu. “Yang Tangerang, kita sudah proses sidik (penyidikan), tinggal menunggu alat bukti dari hasil labfor (laboratorium forensik). Kalau proses pemeriksaan, penyidikan saya rasa sudah cukup,” kata Djuhandani di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Dari proses penyidikan, kata Djuhandani, timnya sudah memeriksa sebanyak 44 orang saksi. Termasuk memeriksa Kepala Desa Kohod Arsin, serta beberapa pejabat di level kelurahan. Kata dia, dari pemeriksaan tersebut tim penyidikannya pun sudah mengantongi kronologis masalah dalam skandal pemagaran laut tersebut. Selanjutnya, kata Djuhandani, hanya tinggal menunggu alat bukti pelengkap terkait surat-surat yang diidentifikasi palsu.
“Dalam beberapa hari ini dari labfor, sepertinya sudah bisa memberikan kepastian. Sehingga kita akan segera menentukan apakah sudah bisa untuk penetapan tersangka,” ujar Djuhandani.
Pekan lalu, Djuhandani mengungkapkan, dari hasil penyidikan terungkap proses penguasaan lahan-lahan untuk pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer (km) tersebut dilakukan sejak 2021. Kata dia, berawal dari pengajuan surat-surat permohonan dari sejumlah warga yang namanya dicatut, lalu mengajukan ke kepala desa.
Kepala desa lalu menerbitkan surat-surat persetujuan yang menjadi warkah untuk bukti kepemilikan. “Jadi surat-surat yang diterbitkan itu akhirnya menjadi syarat dalam permohonnan untuk membuat warkah menjadi kepemilikan,” ujar Djuhandani.
Saat ini, kata Djuhandani, penyidik di Bareskrim memfokuskan pada penerbitan ratusan surat kepemilikan palsu. Dari ratusan surat-surat tersebut, kata Djuhandani diduga proses penerbitannya menggunakan cara-cara pemalsuan dokumen-dokumen.
Selain melibatkan kepala desa, otoritas di kelurahan kata Djuhandani juga terlibat. Hal tersebut, kata Djuhandani dengan adanya pengakuan dari lurah yang pernah diperiksa. “Kita fokus tentang pemalsuan yang menjadi permasalahan awalnya. Dan kesaksian dari lurah, sudah mengakui proses-proses ini tidak berdiri sendiri,” ujar Djuhandani.
Djuhandani juga mengungkapkan, alat-alat bukti dalam proses pemalsuan surat-surat untuk penguasaan lahan tersebut sudah terpenuhi. Beberapa waktu lalu, kata Djuhandani, tim penyidikannya melakukan penggeledahan paksa di rumah kepala desa Kohod, dan di kantor keluruhan. Dari penggeledahan tersebut, timnya menemukan barang-barang bukti berupa alat cetak printer, satu unit komputer beserta monitor dan stempel kesekretariatan Desa Kohod.
“Alat-alat tersebut yang digunakan untuk memalsukan surat-surat dan lainnya. Juga kita temukan sisa-sisa kertas yang kita duga digunakan, yang kita lihat identik dengan kertas untuk warkah (dokumen fisik untuk pendaftaran tanah),” ujar Djuhandani.
Penyidik, kata Djuhandani, juga menemukan salinan dokumen-dokumen transaksi untuk pembelian alat-alat bangunan baru yang menggunakan atas nama orang lain. Ditemukan juga sedikitnya tiga lembar surat keputusan kepala desa Kohod dan rekapitulasi permohonan dana, serta sejumlah nomor rekening.
Djuhandani melanjutkan, dari pemeriksaan saksi-saksi tersebut dan sejumlah pencarian alat-alat bukti perkara yang sudah dilakukan, tim penyidikan di Dittipidum merasa cukup melanjutkan proses pengusutan ke gelar perkara penetapan tersangka.
“Kita berprinsip pada pembuktian. Alat-alat bukti itu berkaitan atau tidak inilah nanti yang akan kita gelarkan. Mohon doanya, dalam waktu dekat, kalau tidak salah, dari penyidik mungkin dalam pekan ini, atau selambatnya pekan depan kita sudah menggelarkan,” ujar Djuhandani.
Jenderal bintang satu kepolisian itu mengaku tak ingin mendahului apakah dari gelar perkara yang sudah terjadwal itu bakal berujung pada sejumlah nama yang diidentifikasi dan berpotensi menjadi tersangka. Namun kata dia, gelar perkara tersebut nantinya bakal berujung pada penetapan tersangka.