Bareskrim Mulai Selidiki Kasus Pagar Laut di Bekasi
Bareskrm menilai kasus pagar laut Bekasi dan Tangerang berbeda.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri mulai melakukan penyelidikan terkait skandal pagar laut di perairan Bekasi, Jawa Barat (Jabar). Bareskrim Polri mengungkapkan adanya 93 surat kepemilikan lahan berupa SHM maupun HGB palsu yang digunakan untuk pemagaran laut tersebut.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan timnya sudah memeriksa sejumlah pihak terkait pemalsuan surat-surat kepemilikan lahan tersebut. Penyelidikan pagar laut di Bekasi, berawal dari pelaporan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN.
“Yang dilaprkan adalah tindak pidana pemalsuan surat dan atau pemalsuan akta otentik, dan atau penempatan keterangan palsu ke dalam akta otentik,” ujar Djuhandani di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Dia mengatakan, konstruksi penyelidikan dalam tindak lanjut pelaporan tersebut tetap mengacu pada pembuktian Pasal 263 dan Pasal 264 KUH Pidana, juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUH Pidana.
“Di mana kita penyidik, dalam hal ini direktorat tindak pidana umum, sudah melaksanakan penyelidikan dengan menerbitkan surat perintah penyelidikan,” kata Djuhandani.
Dalam proses tersebut, penyidik sudah memeriksa pihak pelapor, yakni Kemen ATR/BPN. Pun juga memeriksa ketua serta anggota panitia adjukasi PTSL.
“Pemeriksaan tersebut terkait dengan penerbitan 93 sertifikat hak milik yang terjadi di Desa Sagarajaya,” ujar Djuhandani.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap pejabat kantor pertanahan Bekasi, serta para inspektorat Kementerian ATR/BPN. Djuhandani menerangkan untuk sementara ini, proses penyelidikan masih terus dilakukan.
Dalam waktu yang tak lama hasil penyelidikan akan menjadi acuan bagi timnya untuk melakukan gelar pekara. “Penyidik dalam waktu dekat akan melakukan gelar perkara lebih lanjut untuk menentukan apakah perkara di Bekasi ini, bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan, dan penetapan tersangka,” ujar Djuhandani.
Dittipidum Bareskrim Polri, juga saat ini tengah melakukan penyidikan terkait pemagaran laut di Tangerang, Banten.
Kasus pagar laut di Bekasi, berbeda dengan di Tangerang Meskipun konstruksi kasus pemagaran laut di Tangerang, dan Bekasi sama-sama tentang pemalsuan kepemilikan lahan untuk pemagaran laut, namun kata Djuhandani, berbeda dalam modus operandi.
Dia menerangkan, dalam kasus pemalsuan di Bekasi, ada terungkap pemalsuan sebanyak 93 dokumen dan sertifikat kepemilikan lahan. Namun pemalsuan tersebut berdasarkan atas mengubahan data pemilik hak, dan pemegang hak, serta pengubahan atas objek atau lokasi lahan yang semula berada di daratan, menjadi di perairan.
Sedangkan yang terjadi dalam pemalsuan kepemilikan lahan untuk pemagaran laut di Tangerang, dilakukan sebelum sertifikasi kepemilikan diterbitkan.
“Kalau kita melihat dari apa yang kita laksanakan terkait di Kohod (Tangerang) dengan di Bekasi itu ada perbedaan. Pada kasus Kohod kita melihat bahwa pemalsuan dokumen dilakukan pada saat sebelumnya atau saat proses penerbitan sertifikat. Sedangkan yang terjadi di Bekasi adalah pemalsuan dilakukan pascaterbit sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah, kemudian diubah sedemikian rupa menjadi nama pemegang hak yang baru, yang tidak sah, berikut perubahan data luasan dan lokasi objek sertifikat,” ujar Djuhandani.