Akhirnya Akui Boikot Berdampak Signifikan dan Bebani Perusahaan, Ini Rencana CEO Starbucks
"Boikot tidak didasari atas sesuatu yang akurat atau benar," ujar Brian Niccol.
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- CEO Starbucks Brian Niccol mengakui aksi boikot konsumen terkait perang Israel-Hamas di Gaza telah memberikan dampak signfikan terhadap penjualan di pasar Timur Tengah sekaligus memberikan tekanan terhadap jaringan bisnis kopi terbesar di dunia itu. Hal itu diungkapkan oleh Niccol di sela-sela kunjungan pertamanya ke Timur Tengah setelah ditunjuk sebagai CEO pada tahun lalu.
"Boikot tidak didasari atas sesuatu yang akurat atau benar. Kami tidak pernah mendukung militer manapun," kata Niccol kepada Bloomberg, Jumat (14/2/2025).
Niccol menjabat CEO Starbucks pada September 2024 dengan ambisi membangkitkan bisnis perusahaannya. Tak cuma boikot, Starbucks tengah dirundung berbagai masalah lain seperti masalah waktu tunggu konsumen dan kenaikan harga jual produk minuman kopi mereka.
Untuk pasar Timur Tengah, Starbucks berencana menambah 500 toko baru dengan target membuka 5.000 lapangan pekerjaan dalam 5 tahun ke depan. Saat ini, Starbucks memiliki 1.300 gerai di Timur Tengah di bahwa kendali konglomerasi Alshaya Group yang memegang lisensi penjualan Starbucks di kawasan itu.
Selain Timur Tengah, menurut Niccol, Starbucks juga akan membuka beberapa toko baru di China, meski perusahaan dalam kondisi berjuang di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang tak seimbang dan persaingan dengan kompetitor yang menjual minuman kopinya dengan harga yang lebih murah. Niccol pun sudah berkunjung ke China pada Januari lalu.
Adapun untuk bisnis perusahaan di Amerika Utara, sejak ditunjuk sebagai CEO Starbucks, Niccol fokus ada restrukturisasi ranking perusahaan dengan memangkas kompleksitas bisnis, memangkas lapisan manajemen dan menunjuk orang-orang tertentu untuk bertanggung jawab terhadap tujuan bisnis. Restrukturisasi itu kemungkinan akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang akan diumumkan pada Maret 2025.
Berdasarkan data penutupan pasar saham pada Rabu pekan lalu, harga saham Starbucks naik 24 persen. Kenaikan itu terjadi setelah Starbucks mengumumkan bahwa, penurunan penjualan pada Januari telah mengalami perbaikan.
Terkait pasar di China, Brian Niccol pada akhir Oktober 2024 lalu pernah mengatakan, bahwa perusahaannya sedang mencari cara untuk tumbuh kembali di pasar yang sangat kompetitif ini. "Lingkungan persaingan di China sangat ekstrem. Kami perlu mencari cara baru untuk berkembang, dan itu mungkin melibatkan kemitraan strategis dengan mitra lokal," ujar Niccol dalam panggilan dengan investor pada akhir Oktober dikutip dari Reuters, Ahad (24/11/2024).
Sebagai bagian dari upaya pemulihan, Starbucks mempertimbangkan untuk menjual sebagian saham operasionalnya kepada investor lokal atau perusahaan ekuitas swasta yang tertarik berinvestasi di China. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat keberadaan Starbucks di pasar tersebut dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan konsumen lokal yang lebih mendalam.
Selain fokus pada penurunan penjualannya di China, Starbucks juga memperhatikan penurunan daya beli konsumen secara global. Dalam upaya memulihkan kinerjanya, perusahaan berencana menjajaki kemitraan strategis yang dapat membantu memperkuat daya saingnya di pasar yang semakin berubah ini.
"Strategi kami adalah mengembangkan kemitraan yang kuat untuk menciptakan nilai jangka panjang. Ini termasuk menjajaki opsi kemitraan yang dapat membantu kami berkembang lebih cepat di China dan pasar global lainnya," kata Niccol.
Pada November 2024, Starbucks dilaporkan menutup puluhan gerai di Malaysia di tengah maraknya boikot merek dan produk pro-Israel di seluruh negeri dan masyarakat internasional yang lebih luas. Berdasarkan laporan, The Rakyat Post, Starbucks telah menutup sementara 50 dari 408 gerainya di seluruh negeri.
"Meskipun alasan penutupan tersebut tidak secara langsung diakui sebagai akibat dari boikot anti-Israel yang meluas yang dilakukan banyak warga Malaysia sepanjang tahun lalu, diakui keputusan tersebut terkait dengan serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza," tulis laporan tersebut yang dilansir Middle East Monitor, Sabtu (22/11/2024).
Dalam laporannya yang diterbitkan pada akhir Agustus, perusahaan Berjaya Food – yang menjalankan jaringan kedai kopi Amerika yang populer di Malaysia – menyatakan penurunan pendapatan yang signifikan dan kerugian sebelum pajak yang terjadi pada kuartal yang sedang ditinjau, terutama disebabkan sentimen terkini terkait konflik di Timur Tengah.
Berjaya Food dilaporkan mengalami kerugian bersih sebesar RM 38,2 juta atau 8,6 juta dolar AS selama tiga bulan yang berakhir pada Juni, dengan penjualan turun lebih dari setengahnya, serta kerugian bersih sebesar 20,5 juta dolar AS sepanjang tahun yang berakhir pada Juni.
Meskipun ada kaitan antara kerugian tersebut dan konflik di Timur Tengah, Berjaya Food mengatakan hanya menutup beberapa toko dan sebagian besar lokasi yang diduga ditutup hanya ditutup sementara. Berjaya Food menyampaikan keputusan tersebut merupakan bagian dari penilaian yang sedang berlangsung untuk memangkas biaya sekaligus memastikan tidak ada PHK.
"Yang penting, tidak ada karyawan yang terdampak oleh penutupan permanen atau sementara, karena mereka telah dipindahkan ke toko-toko terdekat untuk terus melayani pelanggan kami dengan lancar," lanjutnya.