Bulan Syaban Dilalaikan Manusia, Mengapa Rasulullah Menghidupkannya dengan Ibadah?
Waktu yang dilalaikan manusia merupakan keutamaan dalam menjalankan ibadah.
REPUBLIKA.CO.ID, Ramadhan yang kian menjelang selayaknya disambut dengan persiapan matang. Sabda Nabi SAW tentang hakikat bulan sebelum Ramadhan memperlihatkan bagaimana istimewanya cara berpikir orang seperti Rasulullah karena tingkat kebijaksanaan, ilmu, dan keimanannya.
Keistimewaan ini ditambahkan pada kepribadiannya. Dia merencanakan semua tindakannya dengan cara terbaik dan menemukan keseimbangan yang tepat dan jalan tengah antara kebutuhan jiwa dan tubuh.
Diriwayatkan Aisyah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah SAW biasa berpuasa sampai kami katakan dia tidak berbuka dan berbuka sampai kami katakan dia tidak berpuasa, dan aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan, dan aku tidak pernah melihatnya lebih banyak berpuasa di bulan manapun daripada di bulan Sya’ban.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dan dalam sebuah riwayat oleh Muslim: “Dia biasa berpuasa sepanjang bulan Sya’ban, dia biasa berpuasa Sya’ban kecuali sedikit. “Sekelompok ulama, termasuk Ibnu Mubarak dan lainnya, berpendapat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan puasa Syaban, bahkan ia berpuasa di sebagian besar bulan tersebut.
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku berkata, Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa di salah satu bulan yang engkau puasa di bulan Syaban. Maka beliau berkata: “Itu adalah bulan yang diabaikan orang-orang, antara Rajab dan Ramadhan. Dan itu adalah bulan yang di dalamnya amal-amal diangkat kepada Tuhan semesta alam. Dan aku suka jika amal-amalku diangkat sementara aku berpuasa.”
Dilansir dari Islam Online, kecerdasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa Syaban berada di antara dua bulan besar, yaitu bulan suci Rajab dan bulan puasa Ramadhan. Orang-orang sering kali sibuk dengan keduanya dan mengabaikan Syaban. Inilah yang membedakan orang-orang pintar, yaitu mereka berpikir sebagaimana orang lain berpikir, tetapi mereka tidak mengabaikan atau mengabaikan sebagaimana orang lain mengabaikan sesuatu.
Sabda Rasulullah menjadi indikasi bahwa sebagian dari amal saleh yang khusus untuk waktu, tempat, atau orang tertentu, belum tentu mendapatkan anjuran yang sama setiap saat.
Dari sabda Rasulullah juga dapat dipahami bahwa diutamakan memanfaatkan waktu-waktu yang paling diabaikan manusia dalam melakukan ibadah. Hal ini dapat ditelusuri kembali pada perilaku para pendahulu, mereka menyibukkan diri dengan shalat sunah di sela-sela dua shalat Isya, dan mengatakan bahwa itu adalah waktu lalai. Begitu pula para Salaf berpendapat bahwa diutamakan menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah di pasar. Karena itu adalah dzikir di tempat lalai di antara orang-orang yang lalai.
Mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih memilih memanfaatkan waktu lalai di bulan Sya’ban dengan ibadah?
1. Ibadah saat Sya'ban lebih tersembunyi, dan amalan sunah yang disembunyikan lebih utama, khususnya puasa, karena puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa puasa tidak ada ibadah yang dipandang sebelah mata. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata: "Jika kamu berpuasa, maka peraslah air matamu" untuk menutupinya.
2. Amal saleh di kala lalai lebih berat bagi jiwa, dan salah satu sebab sebagian amal ibadah diutamakan adalah karena beratnya amal ibadah tersebut bagi jiwa. Telah diketahui bahwa amal yang banyak dilakukan orang akan menjadi mudah, dan amal yang paling diabaikan orang akan menjadi lebih berat bagi sekelompok orang yang berusaha melakukannya. Itulah sebabnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Balasan ibadah di kala ujian adalah sama dengan pahala hijrah kepadaku."
Rahasia Puasa Nabi di Bulan Sya’ban
Sebagian ulama menyimpulkan dari puasa beliau yang sering, semoga Allah SWT memberkahinya dan memberinya kedamaian di bulan Sya’ban, beberapa hukum dan tujuan, di antaranya:
1. Nabi saw. selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan, baik bepergian maupun hal-hal lainnya, dan tidak dapat menjalankan puasa tiga hari setiap bulan. Beliau menggunakan bulan Sya’ban untuk mengqadha puasa tersebut.
2. Diriwayatkan bahwa para wanita beliau biasa mengqadha puasa Ramadhan di bulan Sya’ban, maka beliau pun berpuasa untuk itu. Dan jika beliau memasuki bulan Sya’ban dan memiliki sisa puasa sunahnya untuk dilunasi, maka beliau berpuasa di bulan Sya’ban hingga beliau menyelesaikan puasa sunnahnya sebelum datangnya bulan Ramadhan – sama halnya dengan mengqadha shalat sunnah atau shalat malam yang ditinggalkan. Diriwayatkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anhu saat itu sedang mengqadha puasa wajib Ramadhan yang ditinggalkannya, karena tidak dapat berpuasa saat sedang haid.
3. Rasulullah saw juga bersabda sebagai bagian dari hikmah di balik amalan ini: “Ini adalah bulan yang diabaikan oleh manusia,” dan ini lebih mungkin karena hadits Usamah yang disebutkan sebelumnya, di mana: “Ini adalah bulan yang diabaikan oleh manusia antara Rajab dan Ramadhan,” diriwayatkan oleh Al-Nasa’i.
4. Puasa di bulan Sya’ban seperti berlatih untuk puasa Ramadhan; menghindari stres yang datang pada hari-hari puasa Ramadhan tanpa penyangga.