Pertalite dan Pertamax, tak Serupa Tapi Sama

Pertamina memastikan kualitas Pertamax yang beredar di pasaran sudah sesuai spek.

Republika/Putra M. Akbar
Petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) saat akan mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi di Jakarta, Senin (2/10/2023). PT Pertamina (Persero) resmi melakukan penyesuaian harga BBM non-subsidi pada 1 Oktober 2023 untuk jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Pertamax Green 95 dengan kenaikan antara Rp700 hingga Rp1.000 per liter.
Rep: Bambang Noroyono/Frederikus Dominggus Bata Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu belakangan masyaralat dihebohkan dengan kasus korupsi minyak mentah di anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Patra Niaga. Pengusutan korupsi minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina mengungkapkan adanya modus pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga. 

Baca Juga


Penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejakgung) itu mengungkapkan adanya fakta hukum tentang pengoplosan BBM RON 88 atau jenis Premium dengan RON 92 untuk dijual ke pasar konsumen dalam negeri dengan label dan harga BBM RON 92 atau Pertamax.

Dalam pengusutan yang dilakukan oleh tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu, pun terungkap praktik pengoplosan tersebut terjadi selama lima tahun sepanjang 2018 sampai 2023.

Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan, adalah tersangka Maya Kusmaya (MK), selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga yang sementara ini terungkap dalam penyidikan sebagai otoritas pemberi perintah pengoplosan itu. 

Segel kejaksaan terpasang di pintu rumah saudagar minyak Mohammad Riza Chalid saat penggeledahan di Jalan Jenggala II, Kabayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025). Kejaksaan Agung RI melakukan penggeledahan rumah salah satu tersangka Riza Chalid terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023. - (Republika/Thoudy Badai)

Qohar mengatakan, bahwa MK memerintahkan, dan memberikan persetujuan kepada tersangka Edward Corne (EC) selaku Vice President Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga untuk melakukan pengoplosan.

Dari penelusuran tim penyidikan juga diketahui pengoplosan tersebut dilakukan di terminal bahan bakar PT Orbit Terminal Merak. Perusahaan tersebut adalah milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) alias Kerry dan tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ). 

“Blending produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak,” kata Qohar.

Pengoplosan BBM yang dilakukan oleh Pertamina Patra Niaga hanya salah-satu modus praktik korupsi minyak mentah dan produk kilang di Pertamina. Selain pengoplosan, penyidikan di Jampidsus juga menemukan praktik pengadaan impor produk kilang berupa BBM RON 92 yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga. 

Namun dalam realisasinya pengadaan tersebut mendatangkan BBM RON 90. Tetapi pembayarannya menggunakan harga BBM RON 92. 

Sementara itu, Pertamina membantah kualitas Pertamax yang tak sesuai. Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri memastikan Pertamax, produk bahan bakar minyak (BBM) dengan Research Octane Number (RON) 92, dan produk-produk Pertamina lainnya, memiliki kualitas yang baik dan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Produk-produk tersebut secara berkala dilakukan pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS).

"Kami pastikan operasional Pertamina saat ini berjalan lancar dan terus mengoptimalkan layanan, serta menjaga kualitas produk BBM kepada masyarakat," kata Simon di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Pertamina menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang di tahun 2018-2023.

Pertamina memastikan selama proses penyidikan tersebut, operasional Pertamina dalam melayani kebutuhan BBM kepada masyarakat tetap berjalan dengan lancar.

Sebelumnya, Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso ketika ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025) mengataka narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan.

Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BBM) memastikan proses penyaluran bensin ke masyarakat sesuai dengan spesifikasinya. Hal ini ditegaskan secara teknis karena proses pengolahan di Terminal BBM atau Depo tak bisa mengubah kadar oktan (RON).

Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024). - (Republika/Thoudy Badai)

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI seluruh badan usaha BBM yaitu Shell, BP-AKR, IndoMobile dan Pertamina Patra Niaga memastikan tak melakukan pengolahan di terminal BBM yang mereduksi ataupun menambah kadar oktan.

Badan Usaha melakukan pengolahan bensin dengan menambahkan zat adiktif atau senyawa kimia yang hanya meningkatkan kualitas dan performa dari bensin. Bukan mengubah kadar oktan.

Pertamina Patra Niaga menyebut tidak memiliki fasilitas blending atau pengolahan untuk mengubah kadar oktan.

“Pertamina Patra Niaga tidak memiliki fasilitas blending yang dapat mengubah RON. Proses blending yang dilakukan hanya untuk menambahkan zat aditif dan pewarna, bukan untuk meningkatkan kadar oktan,” kata PTH (Pelaksana Tugas Harian) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa skema blending atau proses pencampuran bahan bakar minyak (BBM) tidak menyalahi aturan selama spesifikasi atau kualitas bahan bakar diproduksi sesuai standar.

“Boleh (blending) sebenarnya, selama kualitasnya, speknya (spesifikasinya) sama,” ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Pernyataan tersebut merespons kekhawatiran masyarakat terkait beredarnya Pertalite (RON 90) yang dioplos menjadi Pertamax (RON 92).

Kegiatan blending biasa terjadi di refinery atau kilang minyak untuk mengubah spek bahan bakar minyak (BBM) agar sesuai dengan standar.

Perbuatan keliru oleh Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga adalah melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

Riva kini telah menjadi tersangka di Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sangat besar, yakni Rp 193,7 triliun.

Terkait dengan pembelian RON 90 dan RON 92, Bahlil menyampaikan pentingnya perbaikan penataan terhadap izin-izin impor BBM. Kementerian ESDM kini telah membenahinya dengan memberi izin untuk 6 bulan, bukan satu tahun sekaligus.

“Makanya sekarang, izin-izin impor kami terhadap BBM tidak satu tahun sekaligus. Kami buat per enam bulan, supaya ada evaluasi,” ucap dia.

Selain itu, kata Bahlil produksi minyak yang tadinya diekspor tidak akan lagi diizinkan untuk mengekspor agar diolah di dalam negeri.

“Nanti yang bagus, kami suruh blending. Nanti yang tadinya itu nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kami minta harus diolah di dalam negeri,” ucap Bahlil.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler