Sritex Bangkrut, 10 Ribu Lebih Karyawan di-PHK Jelang Ramadhan
Pem nuhan pesangon karyawan akan diprioritaskan.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Lebih dari 10 ribu pekerja di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan tiga anak perusahaannya telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Saat ini Sritex telah dinyatakan insolvent atau bangkrut.
Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto, dalam wawancara dengan awak media pascaputusan insolvent di Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, mengatakan, PHK merupakan konsekuensi dari keputusan insolvent. "Ya mungkin sekitar 12 ribuan (pekerja) secara total," katanya ketika ditanya berapa banyak pekerja Sritex yang bakal terdampak PHK, Jumat (28/2/2025).
Dia mengakui proses PHK telah dimulai sejak 26 Februari 2025 lalu. Menurut Iwan, keputusan PHK itu diambil oleh Tim Kurator Sritex. Meski sudah tak lagi mempunyai hak atas perusahaannya, Iwan berjanji akan mengawal pemenuhan hak para pekerja.
"Kami juga ingin mengawal kepada seluruh keluarga besar kami, karyawan-karyawati kami, supaya hak-hak mereka bisa terpenuhi nantinya," ucapnya.
Sementara itu anggota Tim Kurator Sritex, Denny Ardiansyah, mengatakan, pemenuhan seluruh hak pekerja Sritex, termasuk pesangon, akan diprioritaskan dalam proses pemberesan. Dia menjelaskan, tagihan hak pekerja masuk sebagai kreditur preferen. "Salah satu yang diprioritaskan tentunya," ucapnya.
Denny mengaku belum menghitung nilai total pesangon yang harus dibayarkan kepada para pekerja Sritex. "Kita belum bisa menghitung ya. Kami memang mempersilakan teman-teman karyawan menghitung, dari serikat dibantu, dari dinas tenaga kerja juga membantu menghitung, sesuai regulasi saja. Sesuai peraturan pemerintah, Permenaker, Undang-Undang Cipta Kerja, silakan dihitung biar ditagihkan ke kurator," katanya.
Sementara terkait kapan pesangon para pekerja bakal dibayarkan, Denny menyampaikan hal itu bakal dilakukan setelah pelelangan atau terjualanya harta debitur pailit. "Setelah ini kita melakukan appraisal dulu, kita nilai melalui tim Kantor Jasa Penilai Publik yang independen, kita tunjuk. Kemudian nanti kita laporkan kepada hakim pengawas, setelah itu baru kami daftarkan lelang eksekusinya melalui KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)," ucapnya.
Sementara itu Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Ahmad Aziz mengonfirmasi bahwa para pekerja di Sritex dan anak perusahaannya telah mengalami PHK. Dia mengatakan, berdasarkan data yang diterimanya per 27 Februari 2025, terdapat 10.965 pekerja yang telah di-PHK.
Aziz mengungkapkan, pada 26 Februari 2025, tim kurator memutuskan melakukan PHK terhadap 8.504 pekerja di PT Sritex (Sukoharjo), 956 pekerja di PT Primayudha Mandirijaya (Boyolali), 40 pekerja PT Sinar Pantja Djaja (Semarang), dan 104 pekerja PT Bitratex Industries (Semarang).
Menurut data yang diperoleh Aziz, sebanyak 1.065 pekerja PT Bitratex Semarang telah terlebih dulu terkena PHK pada Januari lalu. Dengan demikian, total pekerja yang sudah di-PHK mencapai 10.965 orang.
Aziz mengatakan, semua pekerja tersebut belum menerima pesangon. "PHK ini hak yang pertama bisa didapatkan adalah hak JHT, Jaminan Hari Tua, yang berupa tabungan yang bersangkutan di BPJS Ketenagakerjaan. Setelah itu kaitannya mengakses Jaminan Kehilangan Pekerjaan," ucapnya.
"Sedangkan untuk pesangon dan THR itu terutang. Nanti ketika kurator sudah mempunyai uang untuk membayarkan kewajibannya tersebut," tambah Aziz.
Dinyatakan Insolvent
Berdasarkan Daftar Piutang Tetap (DPT) yang dirilis Tim Kurator Sritex pada 31 Januari 2025, perusahaan tersebut menanggung beban utang sebesar Rp29,88 triliun. Dalam rapat kreditur Sritex yang digelar di PN Niaga Semarang, Jawa Tengah (Jateng), hakim pengawas menyatakan Sritex insolvent atau bangkrut.
Dalam rapat kreditur yang digelar Ruang Kusumah Atmadja PN Semarang, anggota Tim Kurator Sritex memaparkan cash flow dan perkiraan nilai aset milik perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Dalam pemaparannya, terungkap bahwa beban pengeluaran Sritex lebih besar dibandingkan pemasukannya.
"Total pengeluaran gaji beserta kewajiban perusahaan lainnya untuk karyawan dalam satu bulan adalah sejumlah kurang lebih Rp35.031.851.762," kata salah satu anggota Tim Kurator Sritex, Nurma Candra Yani Sadikin, dalam pemaparannya.
Dia menambahkan bahwa Sritex juga memiliki beban tagihan listrik per Februari 2025 mencapai Rp9,7 miliar. "Bahwa selain biaya pengeluaran gaji karyawan, terdapat biaya-biaya lain yang belum terhitung, di antaranya adalah kebutuhan produksi dengan batu bara, biaya bahan baku, dan biaya-biaya lainnya," kata Nurma.
Nurma mengungkapkan, saat ini Sritex hanya menerima pendapatan dari Jasa Makloon Pre-Treatment (RFP) dan Jasa Makloon Garment. "Sehingga pemasukan yang didapat perusahaan sangat terbatas, berkisar di angka Rp20 miliar," ujarnya.
Sementara salah satu anak perusahaan Sritex, yakni PT Primayudha Mandirijaya hanya menerima keuntungan satu miliar rupiah. Sedangkan dua anak perusahaan Sritex lainnya, yakni PT Bitratex Industri dan PT Sinar Pantja Djaja, sudah tidak beroperasi.
"Bahwa dengan keadaan sebagaimana dijelaskan di atas, saat ini tidak dimungkinkan untuk melanjutkan usaha debitur dengan alasan modal kerja yang terbatas dan beban biaya terlalu tinggi dibandingkan pendapatan yang diterima," kata Nurma.
Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto turut hadir dalam rapat kreditur yang digelar di PN Niaga Semarang. Dia pun mengamini pemaparan yang disampaikan Tim Kurator Sritex. "Dengan adanya keterbatasan ruang gerak dan juga keterbatasan modal kerja, maka dari itu proposal dari GC (going concern/keberlangsungan usaha) yang kita diskusikan kemarin tidak dapat mencukupi untuk pembayaran kepada kreditur," ucapnya.
Merespons pemaparan tim kurator dan pengakuan langsung dari bos Sritex, Hakim Pengawas, Haruno, memutuskan menutup opsi going concern atau keberlangsungan usaha bagi Sritex selaku debitur pailit. "Dengan demikian, maka untuk permohonan para kreditur konkuren, kami hakim pengawas, dengan menilai hasil dari yang disampaikan tim kurator dan debitur, dengan ini going concern tidak mungkin akan dijalankan," kata Haruno.
Haruno kemudian menawarkan pembentukan panitia kreditur sementara dengan suara dari kreditur konkuren untuk memantau proses pemberesan harta debitur pailit. Terdapat tujuh kreditur, termasuk Bank BNI dan BCA, yang sepakat dengan gagasan pembentukan panitia kreditur.
"Dengan demikian pula rangkaian ini akan kami akhiri dengan pernyataan, insolvent kami tetapkan hari ini, Jumat tanggal 28 Februari 2025," kata Haruno.
"Kepada bapak/ibu yang memiliki hak-hak tertentu, silakan nanti ada kepentingan mengambil atau meminta kepada kapaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Insolvent kami nyatakan hari ini," tambah Haruno.