Hasil Rekonstruksi, Sebelum Tewas Darso Sempat Ditampar Pakai Sandal Jepit

Darso juga disebut dipukul hingga terjengkang, meski pelaku membantahnya.

Istimewa
Rekonstruksi pembunuhan Darso, warga Kota Semarang yang meninggal dunia setelah diduga dipukuli dan dianiaya enam polisi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah (Jateng), pada Jumat (28/2/2025), menggelar rekonstruksi kasus kematian Darso, warga Kota Semarang yang meninggal setelah diduga dianiaya dan dipukuli enam polisi anggota Satlantas Polresta Yogyakarta. Polda Jateng diketahui telah menetapkan satu tersangka dalam kasus tersebut, yakni AKP Hariyadi.

Baca Juga


Rekonstruksi digelar di dua tempat. Pertama yakni di rumah almarhum Darso di Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Tempat kedua yaitu di tepi Jalan Purwosari, tempat Darso diduga dianiaya dan dipukuli.

Dalam rekonstruksi, tim penyidik Ditreskrimum Polda Jateng tidak hanya menghadirkan Hariyadi sebagai tersangka, tapi juga lima anak buahnya yang masih berstatus sebagai saksi. Mereka adalah Iswadi, Abdul Mutholib, Taufik, Nanang, dan Triyanto.

Rekonstruksi dimulai dengan kedatangan mereka berenam ke kediaman Darso yang terjadi pada 21 September 2024, sekitar pukul 09:00 WIB. Hariyadi bersama Iswadi adalah yang menemui istri Darso, yakni Poniyem.

Menurut keterangan yang sempat dirilis Polresta Yogyakarta, kedatangan anggota mereka ke kediaman Darso adalah untuk menyampaikan surat undangan klarifikasi perihal kecelakaan lalu lintas di Danurejan, Yogyakarta, pada 12 Juli 2024. Dalam kecelakaan itu, Darso, yang mengendarai mobil rental, menabrak seorang pengendara motor bernama Tutik Wiyanti.

Kasus kecelakaan tersebut belum tuntas, tapi Darso kembali ke Semarang. Menurut keterangan Antoni Yudha Timor selaku kuasa hukum keluarga almarhum, Darso sempat pergi ke Jakarta untuk mencari uang, tapi nihil hasil. Dia pun kembali ke Semarang. Enam anggota Satlantas Polresta Yogyakarta bisa mengetahui kediaman Darso karena pasca kecelakaan dengan Tutik, dia sempat meninggalkan KTP.

Dalam rekonstruksi, karena tak menaruh kecurigaan apapun pada Hariyadi dan Iswadi, Poniyem akhirnya membangunkan suaminya yang sedang tidur di kamar. Darso kemudian menemui Hariyadi dan Iswadi di depan rumahnya.

Tak lama berselang, Hariyadi dan Iswadi mengajak Darso ke mobil mereka. Darso diminta menunjukkan mobil sewaan yang dikendarainya ketika terlibat kecelakaan di Yogyakarta. Mereka selanjutnya berencana pergi ke tempat rental mobil.

 

 

Dalam keterangan kepada media beberapa waktu lalu, Poniyem sempat menyampaikan bahwa suaminya diajak pergi anggota Satlantas Yogyakarta tanpa sepengetahuannya. Poniyem bahkan tak mengetahui bahwa tamu yang mendatangi rumahnya dan mencari suaminya adalah polisi.

Kembali ke rekonstruksi, dalam perjalanan seusai menjemput Darso, mobil yang ditumpangi keenam anggota Satlantas Yogyakarta tersebut berhenti di tepi Jalan Purwosari. Lokasinya tak jauh dari kediaman Darso.

Mereka berhenti untuk buang air kecil. Namun Darso juga ikut turun. Pada momen itu, Hariyadi menginterogasi Darso perihal insiden kecelakaan yang melibatkannya di Yogyakarta pada Juli 2024. Tak hanya menginterogasi, Hariyadi, yang sebelumnya menjabat Kanit Gakkum Polresta Yogyakarta, turut menganiaya Darso.

"Di luar dugaan saya, Pak Hariyadi menampar Pak Darso menggunakan sandal jepit, lalu memukul dengan kedua tangan menggenggam hingga terjengkang, dan memukul perut bagian bawah," kata Triyanto, anak buah Hariyadi yang berstatus sebagai saksi.

Menurut Triyanto, Hariyadi melakukan pemukulan karena tak puas dengan jawaban Darso perihal mobil yang dikendarainya ketika mengalami kecelakaan di Yogyakarta. "Pak Darso bilang 'mengko tak terke' (nanti saya antarkan) ke Yogyakarta bersama temannya bernama Toni, dan Feri," ungkap Triyanto menirukan pernyataan Darso.

"So aja mlayu, So, nek mlayu tak bedil (So jangan lari, So, kalau lari saya tembak," kata Triyanto menirukan ancaman yang dilayangkan Hariyadi kepada Darso.

Setelah dianiaya dan dipukul oleh Hariyadi, napas Darso mulai tersengal-sengal. Keluarga mengatakan, Darso memang mempunyai penyakit jantung. Darso, yang berusia 43 tahun, juga sudah menjalani pemasangan ring jantung.

Pasca dipukuli, Darso sempat meminta pulang untuk mengambil obatnya. Namun Hariyadi tak mengabulkan permintaan tersebut. Ketika melihat kondisi Darso serius, Hariyadi bersama lima anak buahnya memutuskan membawa Darso ke Rumah Sakit (RS) Permata Medika Kota Semarang.

Dalam rekonstruksi, Hariyadi membantah kesaksian anak buahnya, Triyanto. Hariyadi mengsklaim hanya melakukan penamparan menggunakan sendal kepada Darso. Menurutnya, Darso terjengkang karena lemah jantung.

"Saya hanya menampar pakai sandal, dia (Darso) jatuh, lalu saya minta rekan-rekan menolong untuk dibawa ke rumah sakit," ujar Hariyadi.

Darso sempat dirawat di RS Permata Medika Ngaliyan Kota Semarang. Dia pulang ke rumah pada 27 September 2024. Dua hari kemudian, yakni pada 29 September 2024, Darso meninggal dunia.

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengungkapkan, adanya perbedaan keterangan antara Hariyadi dan Triyanto akan menjadi tambahan informasi penyidik. "Keterangan mengaku dan tidaknya nanti menjadi tambahan informasi penyidik, bahan penyidikan, rangkaian rekonstruksi ini proses penyidikan," ucapnya.

Pihak keluarga melaporkan kasus kematian Darso ke Polda Jateng pada 10 Januari 2025 lalu. Sementara Ditreskrimum Polda Jateng menetapkan Hariyadi sebagai tersangka pada 21 Februari 2025. Hariyadi dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan menyebabkan kematian. Ancaman hukumannya paling lama adalah tujuh tahun penjara. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler