Tips Agar Puasa Ramadhan Diterima Allah

Imam Ghazali memaparkan tips agar puasa Ramadhan tak sekadar menahan lapar dan dahaga

EPA-EFE/YAHYA ARHAB
ILUSTRASI Ramadhan.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Abu Hamid al-Ghazali atau Imam al-Ghazali di dalam Ihya Ulum al-Din pernah mengemukakan sebuah permasalahan, “Apakah ada puasa yang sah, tetapi tidak bernilai?”

Baca Juga


Dalam hal ini, ia menjelaskan bahwa ungkapan sah adalah istilah yang digunakan ahli fikih terhadap puasa seseorang yang memenuhi aspek-aspek syarat dan rukun saja.

Namun, ulama semestinya tidak berhenti pada pengajaran tentang sah shaum saja secara fikih. Akan lebih baik bila umat juga didorong untuk berorientasi pada kualitas puasa. Hingga akhirnya, insya Allah shaum diterima di sisi-Nya.

Imam al-Ghazali memberikan enam tips agar puasa dapat diterima di sisi Allah. Pertama, menjaga pandangan dari sesuatu yang diharamkan. Ia dikarenakan terdapat hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan bahwa pandangan terhadap sesuatu yang haram adalah bagian dari ‘panah-panah’ setan. (HR. al Hakim dan al Thabrani).

Kedua, menjaga lisan dari ghibah, dusta, gosip, cacian, dan debat. Al-Ghazali menyarankan agar orang yang berpuasa lebih banyak berzikir dan membaca Alquran. Beberapa ulama dari kalangan Tabi‘in seperti Imam Sufyan al Tsauri dan Mujahid sepakat bahwa berbohong dan bergunjing dapat merusak nilai puasa.

Nabi SAW pernah mengingatkan, “Apabila seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah berkata keji dan bertengkar. Apabila ada orang yang mengajak bertengkar, maka katakanlah ‘Aku sedang berpuasa’.” (HR. al Bukhari dan Muslim).

Ketiga, menjaga pendengaran dari mendengarkan yang dibenci oleh Allah. Al-Ghazali menegaskan bahwa bersikap diam ketika ada pergunjingan termasuk diharamkan. Ini dikarenakan Nabi SAW melarang melakukan pergunjingan dan juga mendengarkannya.

Keempat, menjaga anggota badan seperti tangan dan kaki dari aktivitas yang tidak disukai Allah, dan juga perut dari memakan sesuatu yang syubhat ketika berbuka. Al Ghazali mengingatkan bahwa puasa tidak bernilai jika menahan diri dari sesuatu yang halal, namun berbuka dengan sesuatu yang haram.

Kelima, menahan diri dari berbuka secara berlebihan walaupun makanan yang dikonsumsi adalah halal. Tradisi mengonsumsi beraneka ragam makanan khusus pada bulan Puasa, ternyata juga menjadi kebiasaan sebagian umat Islam pada zaman al-Ghazali.

Fenomena ini membuatnya heran. Katanya, “Spirit dari puasa adalah meminimalkan kekuatan hawa nafsu, sedangkan itu tidak akan diperoleh kecuali dengan cara meminimalkan makan”. Selain itu, makan dan minum yang berlebihan juga menyebabkan munculnya rasa malas dan suka tidur, sehingga tidak mampu memanfaatkan malam-malam Ramadhan dengan beribadah di masjid atau hal-hal positif lainnya.

Terakhir, selalu upayakan menghadirkan perasaan takut (khawf) kepada Allah. Yakni, waspada bahwa puasa tidak diterima oleh-Nya. Pada saat yang sama, kuatkan perasaan harap (raja’) agar Allah menerima ibadah shaum ini.

Jika Allah menerima puasa seorang Mukmin, maka ia akan menjadi golongan yang diridhai-Nya. Adapun sebaliknya. Jika Allah menolaknya, maka orang tersebut akan menjadi golongan yang dimurkai.

sumber : Hikmah Republika oleh Arrazy Hasyim
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler