Kemenkum: Negara Akui Guru Tua Sebagai WNI, Sumbangsihnya Besar Bangun Bangsa
Guru Tua berjasa besar membangun SDM berdaya saing melalui Alkhairaat.
REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Kementerian Hukum (Kemenkum) RI menegaskan status pendiri Alkhairaat Habib Idrus Bin Salim Aljufri adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
“Guru Tua merupakan WNI sah, pengakuan ini telah dikuatkan secara administrasi dan konstitusional oleh negara,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tengah Rakhmat Renaldy di Palu, Selasa malam.
Dia menjelaskan status kewarganegaraan tokoh pendidik dan ulama besar asal Sulawesi Tengah itu, secara resmi diakui sebagai WNI pada 18 Juli 2024.
Penetapan itu tidak lepas dari peran aktif Kanwil Kemenkumham Sulteng bersama pemerintah daerah yang mengusulkan legalitas kewarganegaraan Guru Tua ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI.
"Berdasarkan data kependudukan dan dokumen-dokumen yang dimiliki serta dukungan pemerintah daerah, Guru Tua dinilai memenuhi seluruh ketentuan hukum yang berlaku," katanya menegaskan.
Berdasarkan data tersebut, lanjut dia, dengan pertimbangan asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, maka Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri dapat dipertimbangkan telah memenuhi ketentuan untuk dinyatakan sebagai WNI.
Status kewarganegaraan ini secara resmi disahkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum atas usulan dari Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tengah, yang kini bernama Kanwil Kementerian Hukum Sulteng.
Selain itu, pemerintah daerah, termasuk Gubernur Sulawesi Tengah dan Wali Kota Palu, turut mendukung penuh pengakuan ini sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa besar Guru Tua dalam bidang pendidikan, dakwah, dan perjuangan kebangsaan.
“Pengakuan ini adalah bentuk keadilan historis dan penghormatan terhadap tokoh yang telah memberi sumbangsih besar bagi bangsa,” katanya.
BACA: Riwayat Hidup Guru Tua
Kisah Guru Tua
Guru Tua mendakwahkan kearifan Islam jauh sebelum ada narasi wasathiyah, Islam nusantara, dan moderasi beragama. Berbekal ilmu yang dia dapat dari guru-gurunya di Hadhramaut, Guru Tua yang bernama lengkap Idrus bin Salim Aljufri menunjukkan keislamannya dalam bentuk akhlak mulia.
Ada beberapa akhlak mulia yang dia tunjukkan selama hidup.
Pertama, Habib Idrus dikenal sangat jujur dalam berdagang. Meski berdakwah sehari-hari, Habib Idrus berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam buku Rangkaian Mutiara Ulama Dzuriyat Rasulullah karangan Sayid Zen bin Smith, diceritakan, Habib Idrus kalau berdagang akan menyebutkan harga pokok kepada calon pembeli. "Saya beli ini barang dengan harga segini. Terserah ente mau kasih saya untuk berapa," begitu yang biasa dikatakan Habib Idrus kepada pembelinya.
Maksud perkataan itu adalah Habib Idrus ingin mendapatkan rezeki yang super halal, yang memang diberikan dengan rasa cinta dan tulus, bukan dengan hal tercela.
Kedua, Habib Idrus mengajak orang-orang berdzikir dan berakhlak mulia. Dengan begitu banyak orang tergugah untuk mengikuti dakwahnya. Setelah beberapa tahun Habib Idrus berdakwah, datanglah misionaris melakukan kristenisasi di sana. Ketika misionaris menyebarkan ajarannya, warga sekitar pergi tak menggubris mereka, karena mereka lebih hormat kepada Guru Tua dan lebih condong kepada Islam yang sudah lebih dulu mereka anut.
Ketiga, Habib Idrus senang bersilaturahmi menemui banyak kepala suku. Setiap mendatangi petinggi suku, mereka senang menyambut Habib Idrus. Sebab akhlak Habib Idrus disukai banyak orang. Habib Idrus pandai memikat hati mereka, sehingga mereka bersemangat memeluk Islam dan mengikuti jejak kehidupan Habib Idrus.
Warisan Habib Idrus yang ada hingga kini adalah Alkhairaat. Yayasan pendidikan itu membangun sekolah di banyak tempat. Anak-anak belajar di sana dan tumbuh menjadi penerus pembangunan negeri ini hingga sekarang.
Ajaran Guru Tua
Pertama adalah akhlak mulia. Yaitu akhlak yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, datuk beliau sendiri. Akhlak tersebut diceritakan dalam berbagai kitab maulid, seperti Simthud Durar, Barzanji, Burdah, Diba, dan lainnya.
Sebagaimana habaib pada umumnya, Guru Tua, meneruskan dakwah guru-gurunya, yaitu berdzikir, mengingat kehidupan Nabi Muhammad, bershalawat, dan mengaji kitab turats karangan para masyayikh dan ulama Ba'alawi.
Kedua, khidmah di bidang pendidikan. Keberadaan Alkhairaat merupakan wujud nyata dakwah Guru Tua dalam bidang pendidikan. Guru tua tumbuh dan besar dalam keadaan umat Islam terpecah setelah Turki Utsmani runtuh. Kemudian masyarakat menginginkan persatuan dan kebersamaan. Karena itu dakwahnya adalah merangkul, bukan berkonfrontasi dengan pihak lain.
Ketiga, Habib Idrus dikenal sebagai penyair hebat. Dia membuat syair tentang Bung Karno dan Indonesia. Bahwa Indonesia merupakan masa depan umat dan dunia. Melalui Indonesia, kedamaian akan terwujud dan pembangunan manusia akan berjalan dengan baik.
Nama bandara
Kini Habib Idrus memang sudah wafat. Namun namanya tetap hidup membersamai pembangunan bangsa ini. Di zaman SBY menjadi presiden, Menteri Perhubungan EE Mangindaan memberikan nama bandara di Palu SIS Aljufri atau Sayid Idrus bin Salim Aljufri. Itu merupakan nama yang menunjukkan Habib Idrus membersamai pembangunan dan keberlangsungan bangsa ini.
Nama Habib Idrus selalu ada dan hidup meski jasadnya terpendam di dalam tanah. Wajahnya terpajang di berbagai tempat, memunculkan kearifan dan kesejukan. Siapapun yang melihat foto itu akan terkagum. Mengenakan kacamata, berjanggut tipis, dan mengenakan penutup kepala khas Hadhramaut, wajah Habib Idrus menenangkan hati siapapun yang melihatnya.