Dugaan Pelanggaran HAM Pemain Sirkus di Taman Safari, Komnas HAM: Selesaikan Secara Hukum
Wamenham menyebut terdapat banyak kemungkinan terjadinya tindak pidana.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kasus dugaan pelanggaran HAM yang dialami mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) diselesaikan secara hukum. Komnas HAM juga meminta agar asal-usul para pemain sirkus OCI segera dijernihkan karena hal ini penting bagi para korban untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan keluarganya.
“Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI,” ucap Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangan diterima di Jakarta, Jumat (18/4/2025).
Uli menjelaskan, sejatinya Komnas HAM telah menangani kasus anak-anak pemain sirkus di lingkungan OCI, Bogor, Jawa Barat, sejak tahun 1997. Ketika itu, Komnas HAM menemukan empat jenis pelanggaran HAM.
Pertama, pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal-usul, identitas, hubungan kekeluargaan, dan orang tuanya. Kedua, pelanggaran terhadap hak-hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis.
Ketiga, pelanggaran terhadap hak-hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak yang dapat menjamin masa depannya. Keempat, pelanggaran terhadap hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak.
Namun, kata dia, berdasarkan Surat Ketetapan Nomor Pol. G.Tap/140-J/VI/1999/Serse Um tanggal 22 Juni 1999, Direktorat Reserse Umum Polri menghentikan penyidikan tindak pidana menghilangkan asal-usul dan perbuatan tidak menyenangkan atas nama FM dan VS.
Kemudian, pada Desember 2024, Komnas HAM menerima pengaduan dari Ari Seran Law Office bahwa permasalahan kasus OCI belum terselesaikan. Sebab, belum ada upaya untuk memenuhi tuntutan ganti rugi sebesar Rp 3,1 miliar yang ditujukan kepada OCI.
Lebih lanjut, Komnas HAM menegaskan bahwa pelatihan keras, utamanya kepada anak-anak, tidak boleh menjurus pada penyiksaan. Apabila hal itu dilakukan maka telah terjadi pelanggaran hak anak.
“Anak-anak tersebut juga mengalami pelanggaran atas hak untuk memperoleh pendidikan yang layak serta hak untuk memperoleh perlindungan keamanan dan jaminan sosial sesuai peraturan perundangan yang ada,” ujar Uli.
Sebelumnya, para mantan pemain OCI juga mengadu ke Kementerian HAM di Jakarta, Selasa (15/4/2025). Audiensi mereka diterima oleh Wakil Menteri HAM (Wamenham) Mugiyanto. Dijelaskan Mugiyanto bahwa berdasarkan cerita yang disampaikan para mantan pemain sirkus tersebut, terdapat banyak kemungkinan terjadinya tindak pidana.
Menurut Mugiyanto, mereka mengalami kekerasan, termasuk soal kehilangan identitas. “Banyak kekerasannya, ada aspek-aspek yang penting juga, yang orang tidak pikirkan, itu soal identitas mereka. Padahal, identitas seseorang adalah hal dasar. Mereka tidak tahu asal usul, tidak tahu orang tuanya—beberapa dari mereka. Ini harus kita buka jalan supaya mereka bisa mengidentifikasi keluarga mereka, diri mereka sebetulnya siapa,” ujarnya.
Pihak Taman Safari Indonesia melalui komisarisnya, Tony Sumampouw, menunjukkan bukti video terkait tuduhan eksploitasi para pekerja OCI yang disebut terjadi sejak kecil. Video film yang ditunjukkan Tony Sumampouw pada Antara, memperlihatkan tentang kegiatan OCI yang diambil sekitar tahun 1981 bertepatan dengan perayaan Sekaten di Klaten dan Yogyakarta, menunjukkan para pekerja anak-anak itu ceria.
"Kalau ada bekas luka (penyiksaan dan lainnya) itu enggak mungkin anak-anak ceria seperti ini," kata Tony saat ditemui di Kabupaten Bogor, Rabu (16/4/2025).
Tony yang juga aktif di OCI bertindak sebagai pelatih hewan mengatakan, saat itu anak-anak memang harus menghabiskan waktu di lingkungan sirkus, seperti makan, mandi, istirahat, bahkan belajar.
"Ketika itu memang bekerja semua, anak-anak makan, istirahat, show, sampai belajar ada waktunya. Kalau ada kekerasan mungkin saya juga kena karena saya kan di sana juga," ucap dia.
Tony Sumampouw menuturkan OCI dan Taman Safari Indonesia merupakan dua badan hukum yang berbeda. Dia mengatakan, isu ini pernah mencuat pada 1997 dan ditangani Komnas HAM yang kala itu dipimpin Ali Said. Hasil penelusurannya ditemukan anak-anak tersebut berasal dari satu daerah di Jakarta.
"Ibu saya sangat suka anak-anak diasuh sampai usia enam tahun dan diarahkan mau ke sirkus apa entah akrobat atau lainnya. Jadi anak-anak itu, ibu datang ke daerah itu, mengambil anak di sana karena mereka ditolak ibunya dan bapaknya. Dan itu ada saksinya yang membenarkan," tutur dia.
Tony menduga kasus ini kembali mencuat karena ada yang mengarahkan dan dia mencurigai orang yang mengarahkan tersebut dari luar OCI. "Ini ada yang mengarahkan. Ada minta sesuatu. Yang mengarahkan itu dari luar OCI," ujar dia.