Sekjen PBB Kutuk Israel yang Terus Serang Suriah
Sekjen PBB juga mengecam pelanggaran Israel terhadap kedaulatan Suriah.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres pada Jumat (2/5/2025), mengecam serangan Israel yang terus berlanjut di wilayah Suriah. Dia menyebut hal itu sebagai "pelanggaran terhadap kedaulatan" Suriah.
Dalam konferensi pers di Markas PBB, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric menyampaikan, Guterres prihatin dengan meningkatnya ketegangan di beberapa kawasan di Damaskus, dan mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil. "Sekjen PBB juga mengecam pelanggaran Israel terhadap kedaulatan Suriah, termasuk serangan udara terbaru yang terjadi di dekat istana presiden di Damaskus," kata Dujarric.
Dia mendesak, Israel harus menghentikan serangan-serangan itu dan "menghormati kedaulatan, kesatuan, integritas teritorial, dan kemerdekaan Suriah."
Menurut Dujarric, Guterres mengapresiasi upaya pemerintah Suriah untuk meredam kekerasan serta menjaga keamanan dan stabilitas Sekjen PBB, kata dia, juga menyerukan agar otoritas Suriah “melakukan investigasi secara transparan dan terbuka terhadap semua pelanggaran yang terjadi."
"Selain itu, Sekretaris Jenderal juga menekankan pentingnya mendukung transisi politik yang dapat dipercaya, tertib, dan inklusif di Suriah sesuai prinsip-prinsip utama Resolusi 2254 (2015)," kata Dujarric.
Pada Jumat pagi, militer Israel melancarkan serangan udara yang menyasar kawasan di dekat istana presiden di ibu kota Suriah, Damaskus. Para pejabat Israel berdalih bahwa serangan itu menjadi peringatan bagi kelompok bersenjata di kawasan selatan Damaskus yang dianggap membawa ancaman terhadap komunitas Druze berada.
Serangan itu dianggap sangat provokatif karena terjadi hanya beberapa jam setelah para tokoh Druze merilis pernyataan video yang menegaskan komitmen mereka terhadap persatuan Suriah. Mereka juga menolak segala bentuk perpecahan atau separatisme.
Para pengamat menilai, serangan Israel tersebut tampaknya bertujuan untuk mengeksploitasi ketegangan antarsuku, khususnya di kalangan komunitas Druze di Suriah. Hal itu guna membenarkan intervensi dan mendorong perpecahan di negara itu.
Pemerintah Damaskus telah berulang kali menegaskan bahwa semua kelompok agama dan etnis di Suriah memiliki hak dan representasi yang setara.