Kebijakan Berubah-ubah Buat Pedagang Bisa Mainkan Harga Daging
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD menyayangkan kelangkaan daging sapi di pasaran dan harga daging yang begitu tinggi. Menurut Anggota DPD RI dari Sumatra Barat Nofi Candra, hal ini disebabkan karena pemerintah gagal merespon kebutuhan pasar dan salah dalam mengambil kebijakan impor sapi.
Kebijakan impor yang berubah-ubah membuat pedagang dan pengusaha nakal bisa saja memainkan harga pasar. Dia menduga, adanya penimbunan atau penahanan stok yang dilakukan oleh para pengusaha. Menurutnya, jka indikasi penahanan stok sapi siap potong ini bisa dibuktikan, Polri harus bertindak dan harus mempidanakan para pihak yang terlibat.
Sebab, hal ini sudah menyalahi UU Perdagangan No. 7 Tahun 2014 dan UU pangan No. 18 Tahun 2012. Langkah hukum ini harus tegas diambil oleh kepolisian dan menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Adanya indikasi ini juga disampaikan oleh Presiden Jokowi sebagaimana yang dikutip dari situs setkab. Artinya hal ini sudah menjadi rahasia umum ketika terjadi kelangkaan daging sapi di pasar. Polri harus benar-benar mendalami dugaan tindakan pidana ini.
Kebijakan Kemendag yang akan mengimpor 50 ton sapi siap potong untuk menekan harga bisa dijadikan solusi jangka pendek. Namun kebijakan impor ini tidak boleh menjadi program jangka panjang karena tidak akan menyelesaikan masalah di hulu. Jika Kemendag hanya memikirkan impor untuk solusi masalah ini, maka Kemendag tidak siap dengan program swasembada sapi di Indonesia.
"Artinya Kemendag tidak bisa sejalan dengan janji-janji kampanye Presiden Jokowi," kata dia.
Dia mengingatkan oresiden Jokowi harus bisa berkomitmen untuk mengatasi masalah ini agar tidak menjadi permasalahan yang terus berulang. Kelangkaan ini bisa saja terjadi karena pemerintah tidak mempunyai program pembibitan sapi sebagaimana zaman Orde Baru. Belum lagi adanya ketidakjelasan program bantuan sapi kepada masyarakat.