UUD NRI 1945 Jangan Jadi Dokumen Kenegaraan Semata
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Lembaga Pengkajian MPR RI, Hajrianto Y. Thohari, mengatakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi tertinggi di Indonesia harus selalu hidup dan bekerja. UUD NRI Tahun 1945 tidak boleh hanya menjadi sebuah dokumen kenegaraan, apalagi hanya sebagai dokumen kearifan.
''Agar UUD NRI 1945, tetap hidup dan bekerja, maka konstitusi itu harus selalu terelaborasi ke dalam UU yang ada di bawahnya,'' kata Hajrianto saat menjadi narasumber pada dialog MPR Rumah kebangsaan di Ruang Presentasi Perpustakaan MPR RI, Jakarta, Selasa (22/11).
''Konstitusi harus menjadi rujukan, sumber utama dalam penyusunan UU atau peraturan di bawahnya,'' katanya.
Selain dielaborasi ke dalam peraturan di bawahnya, kata Hajrianto, UUD NRI 1945 juga harus dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai nilai-nilai luhur yang ada dalam UUD NRI 1945, tidak dilaksanakan. Jangan sampai pula kanstitusi yang baik, tetapi tidak diaplikasikan.
"Karena itu, dibuatlah Mahkamah konstitusi. Tujuannya, kalau ada peraturan di bawah UUD NRI 1945, bertentangan dengan UUD NRI 1945, bisa melakukan gugatan ke MK,'' kata Hajrianto.
Bicara konstitusi, menurut Hajrianto, bicara juga tentang konstitusionalisme. Semuanya harus sejalan dengan komstitusi. Karena itu, segala yang dikonstitusi harus direalisasikan.
"Masih ada kesenjangan yang sangat lebar antara harapan dan kenyataan,'' katanya. ''Karena itu konstitusi harus bisa jadi kiblat dan haluan negara serta dipatuhi oleh semua.''