MPR: UU Terkakit Perekonomian dan Kesejahteraan Harus Dikaji Ulang

Republika/Agung Supri
Ilustrasi ketimpangan ekonomi dan sosial.
Rep: Ratna Puspita Red: Ilham

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Pengkajian MPR, Rully Chairil Azwar mengatakan, semua undang-undang yang berhubungan dengan perekonomian dan kesejahteraan perlu dikaji ulang atau di-review. SejumlahUU tersebut harus dikembalikan sesuai dengan semangat Pasal 33 ayat 4 itu lagi.

"Jadi, kita tidak mau praktik ekonomi terlalu liberal atau neolib, yang membuat kesenjangan semakin lebar," ujar Rully melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (4/5).



Tanpa review, tidak ada solusi untuk masalah perekonomian sekarang ini. Jika masalah itu tidak diatasi, maka akan menjadi sumber konflik. "Kalau itu terjadi, yang repot kita juga," kata dia.

Untuk itu, Lembaga Pengkajian MPR akan melakukan tugas mengkaji ulang sejumlah UU tentang perekonomian dan kesejahteraan. Menurut Rully, upaya tersebut memang bakal membutuhkan waktu panjang. "Tapi harus ada kemauan dan yang penting keberpihakan," ujar dia.

Dengan cara itu, negara akan mendudukkan kembali aturan dengan artikulasi yang tidak pas menjadi regulasi yang sesuai konstitusi. Selain itu, semangat penyelenggara negara juga harus dipompa terus. "Kita kawal ramai-ramai. Kemudian yang menjadi pelakunya (pejabat negara) haruslah orang yang tepat," kata Rully.

Lembaga Pengkajian MPR melakukan kajian Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD NRI Tahun 1945" di Baris Room Hotel Inna Grand Bali Beach di bibir pantai Sanur Bali, Kamis (4/5). FGD yang diselenggarakan MPR bersama Universitas Udaya (Unud) Bali ini diikuti oleh 23 orang pakar ekonomi dan sosial dari Universitas Udayana (Unud) Bali dan berbagai universitas di Bali.

Putu Tuni Sakabaw dari Fakultas Hukum Unud memandu diskusi ini sehingga berjalan menarik. Secara khusus, para pembicara menyoroti pasal tentang kesejateraan dalam UUD NRI Tahun 1945, yaitu Pasal 33 ayat 4.

Rully menjadi narasumber dalam FGD itu. Narasumber lainnya dari Unud, yaitu Ahmad Farhan Hamid, I Wayan Sutirta, Arief Budiman, dan Agung Jelantik.  

Rully mengatakan, para peserta umumnya berpendapat ada kesalahan dalam sistem ekonomi Indonesia. "Ini sebagai akibat dari kesalahan artikulasi Pasal 33 ayat 4 tentang kesejahteraan, sehingga menyebabkan terjadi kesenjangan begitu lebar," kata dia.

Menurut Rully, sebetulnya banyak faktor yang menjadi penyebab kesenjangan, namun yang menjadi persoalan adalah kesalahan artikulasi dari Pasal 33 ayat 4 itu. "Pasal 33 itu diterjemah secara tidak pas, tidak sesuai desain dan ide-ide dari founding father. Akibatnya, bangunan yang terbentuk  tidak sesui dengan blue print," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler