Penyelundupan Bibit dan Pohon Kurma Digagalkan di Aceh

bea cukai
Bea Cukai Aceh menggagalkan penyelundupan bibit dan pohon kurma melalui patroli laut.
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, ACEH -- Patroli Laut Bea Cukai Aceh kembali berhasil menunjukkan hasil, khususnya di perairan timur Pulau Sumatra. Patroli Laut Bea Cukai Kapal BC 30002 yang tergabung dalam Tim Operasi Jaring Sriwijaya ini menggagalkan dua upaya penyelundupan bibit dan pohon kurma serta barang ilegal lainnya.

Penindakan pertama berlokasi di perairan Aceh Tamiang, Sabtu (6/5), atas KM Sahabat Jaya I yang berbendera Indonesia. Kapal dengan nahkoda berinisial D dan dua orang anak buah kapal (ABK) berinisial S dan R kedapatan membawa barang impor ilegal berupa 1.231 batang bibit pohon kurma.

Tak berselang lama, tepatnya pada Kamis (18/5), di sekitar lokasi yang sama, Kapal BC 30002 menindak KM. Harapan Tujuh, yang berbendera Indonesia dan dinahkodai M dan empat orang ABK, yaitu Z, R, SY, dan SN. Petugas mendapatkan barang impor ilegal berupa 80 batang pohon kurma, 5,35 ton beras serta 61 kotak makanan kucing.

Kepala Kanwil Aceh, Rusman Hadi mengungkapkan pada saat dideteksi keberadaannya, kedua kapal di atas berusaha melarikan diri dan tidak mengindahkan peringatan petugas untuk berhenti. Namun setelah dilakukan upaya pengejaran oleh Kapal BC 30002, akhirnya KM Sahabat Jaya I dan KM Harapan Tujuh berhasil ditangkap dan kemudian diamankan di Dermaga Bea Cukai Sumatra Utara di Belawan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Dari pemeriksaan awal, diketahui bahwa kedua kapal tersebut mengangkut bibit dan pohon kurma, beras, serta barang ilegal lainnya dari pelabuhan Satun, Thailand dengan tujuan Aceh Tamiang. "Barang tidak dilengkapi dengan dokumen kepabeanan yang dipersyaratkan, yang harus ditujukan kepada Kantor Bea Cukai, yang dalam hal ini adalah Kantor Bea dan Cukai Kuala Langsa, yang membawahi/mengawasi wilayah tujuan kapal, yaitu Aceh Tamiang,” ujar Rusman.

Kedua nahkoda dijadikan tersangka karena diduga telah melakukan tindak pidana penyelundupan impor, melanggar Pasal 102 huruf a Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan. Barang bukti kasus ini telah disita dan hingga kini kasusnya masih dalam proses penyidikan oleh penyidik Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh.

Wilayah Aceh banyak memiliki pelabuhan tidak resmi yang berada di sepanjang pesisir timur pulau Sumatera. Hal ini menyebabkan risiko tinggi terjadinya penyelundupan impor. 


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler