Ketua MPR: Indonesia akan Hadapi Krisis Nlai
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyebut akan meniadakan pelajaran agama di kelas dan menggantinya dengan pendidikan agama di luar kelas, seiring akan diterapkannya kebijakan lima dari sekolah dalam sepekan. Namun, wacana tersebut menggulirkan protes dan tentangan dari beberapa pihak.
Salah satunya dikritisi oleh ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan. Dia menegaskan, pendidikan kewarganegaraan, cinta Tanah Air, pendiikan moral Pancasila, dan pendidikan agama adalah materi penting yang harus diajarkan dan disampaikan pada anak didik. Jika salah satunya tidak tersampaikan, ungkap Zulkifli, maka rakyat Indonesia akan menghadapi krisis nilai-nilai dan norma dalam menjalani kehidupan berbangsa.
"Jadi pelajaran agama justru harus dijadikan pegangan untuk anak didik," jelas Zulkifli melalui siaran pers pada Republika.co.id, Rabu (14/6).
Zulkifli menilai, ditengah krisis moral, agama dan memudarnya nilai-nilai kebangsaan, maka pendidikan agama disertai pengetahuan Pancasila sangat dibutuhkan dan diinternalkan terhadap anak sekolah. Karenanya dia menegaskan, pendidikan agama sangat perlu diberikan di sekolah-sekolah.
"Kalau perlu ditambah karena pelajaran agama dan PKn bagian dari nilai-nilai luhur yang seharusnya dijaga," tegas Zulkifli.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengesahkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mengatur ketentuan lima hari sekolah dalam sepekan pada Selasa (13/6). Latarbelakang dari kebijakan tersebut merujuk pada kebijakan hari kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu hanya lima hari kerja per minggu dan delapan jam kerja per hari. Dengan penguatan pada permukaan karakter seperti yang diamanatkan oleh Nawacita.
Dalam Permendikbud tersebut mengamanatkan sekolah untuk bisa bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai karakter utama, reliogiositas atau keagamaan. Kebijakan tersebut juga disebut akan semakin memperkuat materi agama pada anak melalui kegiatan ekstrakulikuler.