Wirausaha Bisa Kurangi Kesenjangan Ekonomi

Republika/ Yasin Habibi
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka Simposium Nasional di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/7).
Rep: Amri Amrullah Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menjadi pembicara kunci sekaligus membuka Simposium Nasional MPR RI (Lembaga Kajian) di Gedung Nusantara IV, Rabu (12/7). Simposium bertajuk 'Sistem Pembangunan Nasional Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Berdasarkan UUD 1945', ini membahas hasil kajian praktik ekonomi nasional selama ini.

Wapres yang akrab disapa JK ini mengungkapkan simposium ini mengingatkan kembali tujuan ekonomi negara. Apa yang sudah, atau belum dilakukan serta apa yang akan dikoreksi, demi mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur. Wapres menyarankan agar Indonesia kembali ke tujuan ekonomi yakni, meminimalkan kesenjangan dan memberi semangat wirausaha (entrepreneurship) kepada masyarakat dan para generasi muda.

JK menjelaskan perekonomian dunia kini telah banyak berubah. Dulu, negara menganut paham kapitalisme dan sosialisme. Dan banyak negara menganut cara berbeda demi kemajuan negaranya. Saat ini sistem itu justru simpang siur.

Amerika Serikat (AS) yang dulu menganut paham kapitalisme kini presidennya cenderung proteksionisme yang menjadi ciri negara sosialis. Kebijakan ekonomi AS kini memperketat perdagangan antar negara melalui cara seperti tarif barang impor, atau batas kuota.

Dan, Cina kini memperjuangkan perdagangan bebas dalam mencapai tujuannya. "Negara berubah sesuai tujuan dan waktu," ujar Wapres.

Kesalahan dalam ekonomi di Indonesia di masa lalu menurut JK, karena terlalu mengikuti pola yang ada. "Pemerintah mengambil kebijakan yang tidak sesuai dengan langkah dicapai," katanya mengambil contoh krisis moneter 1997-1998.


Krisis ekonomi membuat Indonesia tertinggal hingga15 tahun dari negara jiran, Malaysia. Saat itu Indonesia menganut sistem liberal, dimana bank tumbuh tak terkendali, bunga tinggi dan kredit macet yang kemudian dijamin oleh BLBI. Dan, juga kesalahan lain,

"Terlalu besar untuk subsidi khusus energi pada 2013-2014, melampaui 25 persen dari anggaran, " ujar JK.



BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler