'RUU SDA Harus Akomodasi Kebutuhan Masyarakat dan Industri'
Terdapat 11 pasal RUU SDA yang dianggap meresahkan para pelaku usaha.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite II DPD RI berharap agar RUU mengenai Sumber Daya Air dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat. Terutama mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat di daerah yang membutuhkan air untuk kehidupan sehari-harinya.
Komite II DPD RI melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas inventarisasi materi penyusunan Pandangan DPD RI terhadap RUU Sumber Daya Air dengan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Menurut Ketua Komite II DPD RI Muhammad Aji Mirza Wardana, melalui RDPU tersebut, kedepannya dapat dirumuskan undang-undang yang dapat melindungi masyarakat terkait penggunaan sumber daya air di daerah. Selain itu, undang-undang tersebut juga mengakomodasi kepentingan sektor industri.
“Kita berharap dengan mengundang Apindo kita dapat masukan agar RUU Sumber Daya Air tidak hanya melindungi masyarakat, tapi juga mendukung dunia usaha, tidak mematikan dunia usaha. Kita pahami bahwa sumber perekonomian kita berasal dari industri, tetapi hak-hak masyarakat juga harus dilindungi,” ucapnya, Senin (24/9).
Senator asal Kalimantan Timur ini mengatakan bahwa RUU ini dinantikan oleh masyarakat di daerah, karena terkait sumber daya air yang menjadi kebutuhan dasar di daerah. Oleh karena itu, Komite II akan melakukan finalisasi pandangan terhadap RUU ini dan akan menyampaikan ke DPR RI.
Sementara itu, Senator asal Sulawesi Barat Pdt. Marthen menjelaskan bahwa terkait peraturan yang mengatur sumber daya, salah satunya air, harus diatur oleh konstitusi dengan mendasarkan pada kepentingan masyarakat. Banyak masyarakat di daerah yang hidupnya tergantung dengan air. Bahkan masih terdapat masyarakat yang masih mengalami kesulitan dalam mencari air untuk kebutuhan sehari-hari.
“RUU ini harus dibuat sebaik mungkin sehingga benar-benar menjamin ketersediaan air dan dinikmati oleh seluruh masyarakat secara memadai tanpa terkecuali. Bagi saya undang-undang ini harus meletakkan dasar pada seluruh kepentingan masyarakat tanpa terkecuali,” kata Pdt. Marthen.
Dia berpesan agar undang-undang ini mampu memberikan perlindungan terhadap masyarakat terkait akses atas penggunaan air. Dimana kepentingan industri harus juga mengutamakan kebutuhan masyarakat terhadap air.
“Industri tidak boleh mati, tapi jangan sampai masyarakat menjadi subordinat dari alam sendiri. Menurut saya kajian seperti ini mestinya tidak diabaikan dalam membuat RUU,” ucap dia.
Pasal yang meresahkan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Apindo, Danang Girindrawardana, mengatakan bahwa dalam RUU ini terdapat 11 pasal yang dianggap meresahkan para pelaku usaha. Danang menjelaskan pasal-pasal yang terdapat di dalam RUU tersebut berpotensi mematikan dunia usaha.
Alur pemikiran di dalam RUU tersebut dinilai membangun ketidakpastian usaha, lantaran mencampuradukkan pengelolaan sumber daya air sebagai fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Selain itu, adanya pungutan terhadap pelaku usaha dalam penggunaan air juga dinilai akan mematikan industri. Menurutnya, dalam pasal 47 RUU SDA, terdapat pungutan dalam bentuk bank garansi.
“Pada intinya Apindo mendukung isi semangat RUU ini. Tapi jika tidak dilihat secara seimbang, maka akan mematikan industri ini sendiri. RUU ini sudut pandangnya lebih mengutamakan keuntungan negara dengan adanya pungutan. Adanya pungutan dari RUU ini agar pengguna sumber daya air wajib membayar dulu bank garansi. Ini satu-satunya undang-undang yang unik di dunia,” kata dia.