Penghapusan 2 Obat dari Jaminan BPJS Rugikan Masyarakat
Alasan penghapusan jamina dua obat kanker sebagai efisiensi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD DKI Jakarta Dailami Firdaus menilai terbitnya Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/707/2018 mengenai penghapusan jaminan dua jenis obat kanker usus, yaitu bevasizumab dan cetuximab tidak pas. Apalagi, kata dia, alasan yang dipakai adalah untuk efisiensi dana jaminan kesehatan yang dikelola BPJS.
Menurut dia, keputusan tersebut merugikan masyarakat. "Jelas tidak ada keterpihakan sama sekali kepada masyarakat, karena kita ketahui harga obat tersebut bernilai jutaan, jangankan peserta penerima bantuan iuran (PBI) peserta mandiri pun saya sangat yakin akan terbebani," kata dia.
Dia meminta agar Kepmenkes tersebut dicabut. Menurut dia, penghapusan jaminan dua obat ini ironis disaat kepesertaan BPJS menjadi wajib bagi seluruh Rakyat Indonesia.
"Seharusnya perbaikan dan penambahan kualitas pelayanan serta kualitas pengobatannya ditambah untuk kepentingan rakyat, justru malah dikurangi," kata Dailami.
Sebelumnya, di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/707/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/659/2017 tentang Formularium Nasional, obat kanker usus besar atau kolorektal akan dihapus dari daftar obat yang ditanggung oleh layanan BPJS Kesehatan per 1 Maret mendatang.
Rencana penghapusan tersebut juga mendapat sejumlah reaksi dari masyarakat pasien maupun medis. Salah satunya dari Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) yang mempertanyakan rencana menghapus jaminan terhadap dua obat terapi bagi pasien kanker kolorektal stadium IV (kanker usus besar).
Kedua obat itu yakni bevacizumab dan cetuximab. Dua obat kanker kolorektal yang akan dihapus itu terbukti cukup efektif membantu penanganan dan penyembuhan pasien kanker kolorektal.