PLB Masih Jadi Andalan Industri Tekstil dan Produk Tekstil
PLB bermanfaat bagi IKM dalam penyediaan bahan baku sesuai kebutuhan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Logistik Berikat (PLB) diyakini memberikan manfaat, baik bagi industri besar maupun Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang sebelumnya harus menggunakan impor borongan untuk mendapatkan bahan baku. Hal ini terungkap saat rapat pleno dalam rangka menanggapi pemberitaan mengenai dugaan penyelundupan melalui PLB.
Rapat pleno diselenggarakan antara Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian dengan asosiasi di antaranya Asosiasi Produsen Synthetic Fibre Indonesia (APSyFI), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPKBI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI), dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) serta perusahaan yang bergerak di industri tekstil dan produk tekstil pada Rabu (17/7).
Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi Pengusaha Industri Kecil dan Menengah Indonesia (APIKMI) secara lugas mengonfirmasi bahwa PLB bermanfaat bagi IKM dalam penyediaan bahan baku sesuai kebutuhan dengan waktu pengiriman yang singkat. APIKMI juga berharap tidak ada perubahan kebijakan PLB. Sebagai catatan, saat ini impor tekstil melalui PLB yang dilakukan perusahaan produsen ataupun IKM sebesar 2,7 persen dari total impor tekstil nasional.
Selain itu, forum tersebut juga menyepakati bahwa kebijakan PLB dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/2017 yang mengatur impor tekstil melalui PLB telah sesuai dengan kebutuhan pelaku industri.
Terkait alokasi kuota volume impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, baik untuk perusahaan produsen pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), dan perusahaan dagang pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), akan dikuatkan melalui penetapan kuota tahunan sesuai dengan hasil analisis suplai demand. Demikian juga terkait adanya dugaan beredarnya bahan baku tekstil di pasaran yang berasal dari pemegang kuota akan diverifikasi oleh Kementerian Perdagangan secara sinergis dengan Kementerian/Lembaga terkait, termasuk Bea Cukai.
Benny Soetrisno, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan KADIN yang juga hadir dalam rapat tersebut, menyebutkan bahwa PLB telah memudahkan proses produksi suatu industri dengan mendekatkan penyediaan bahan baku. “Sebelum ada PLB di Indonesia, industri tekstil membeli kapas di PLB Malaysia membutuhkan waktu 10 hari. Dengan adanya PLB, pelaku usaha tidak harus membeli dalam volume besar. Setidaknya cukup untuk stok 1 minggu, sebelumnya harus stok 1 bulan,” ungkapnya seperti dalam siaran pers.
Rapat pleno diselenggarakan antara Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian dengan asosiasi di antaranya Asosiasi Produsen Synthetic Fibre Indonesia (APSyFI), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPKBI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI), dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) serta perusahaan yang bergerak di industri tekstil dan produk tekstil pada Rabu (17/7).
Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan bahwa PLB juga membawa perubahan bagi perdagangan di Indonesia. “PLB adalah terobosan dalam perdagangan dan dwelling time yang sudah menunjukkan perbedaan.
Namun demikian, aturan Peraturan Menteri Perdagangan yang dibahas hari ini masih perlu disempurnakan. "Intinya bagaimana kita tetap dapat melindungi pasar dalam negeri, bagaimana kita dapat mengalakkan ekspor secara intensif oleh industri garment baik industri besar maupun kecil. Selain itu, kuota impor juga harus dikontrol baik untuk importir produsen maupun importir umum,” ujar Ade.
Widia Erlangga, perwakilan dari APIKMI menyatakan bahwa yang paling krusial untuk IKM konveksi adalah bahan baku. Sebelum adanya PLB, pelaku usaha harus membeli bahan baku secara borongan di Tanah Abang. Namun dengan adanya PLB, IKM cukup menyampaikan kebutuhannya kepada importir umum melalui APIKMI kemudian diimpor melalui PLB.
"Setelah itu, IKM dapat memilih sendiri barangnya di PLB dan bisa membelinya dalam jumlah kecil,” ungkap Widia.
APIKMI juga telah melakukan survei terhadap para pelaku IKM di daerah Jawa Barat terkait efek bagi kelancaran produksi sebelum dan setelah adanya PLB. Terdapat beberapa parameter survei di antaranya pembelanjaan bahan baku, di mana terjadi penurunan biaya bahan baku rata-rata sebesar 11 persen dari Rp 15.500 menjadi Rp 13.750.
Parameter kedua yaitu ketersediaan bahan baku, di mana setelah ada PLB ketersediaan bahan baku tercukupi jika dibandingkan sebelum adanya PLB. Parameter ketiga yaitu penambahan tenaga kerja, di mana tercukupinya bahan baku akan membuka unit produksi baru sehingga menambah lapangan kerja. Parameter terakhir yaitu pertumbuhan ekonomi, di mana PLB memberikan dampak ekonomi berupa terciptanya usaha konveksi kecil, munculnya indekost, warung makan, di sekitar PLB.
Hasil survei tersebut didukung pernyataan pengusaha konveksi yang beroperasi di daerah Soreang, Kabupaten Bandung, Asep yang mengungkapkan rasa terima kasih kepada Bea Cukai Wilayah Jawa Barat atas adanya PLB. “Sebelumnya kami susah mencari bahan baku. Setelah ada PLB kini dapat lebih mudah mencari bahan baku. Usaha di bidang konveksi terus mengikuti mode yang terus berubah. Kalau hanya mengandalkan bahan baku yang ada di pasar dalam negeri maka tidak cukup,” ujar Asep.
Widianto, salah satu perwakilan pengusaha PLB menyampaikan bahwa terdapat tiga unsur dalam PLB yaitu technology, trust, and verified. Untuk menjadi PLB melalui proses yang transparan dan tidak ada biaya sama sekali, termasuk harus lulus uji kepabeanan. Dalam operasionalnya juga diwajibkan memasang CCTV dan menyelenggarakan IT Inventory secara online dengan Bea Cukai. Termasuk dapat diaudit oleh Bea Cukai setiap saat.
Senada dengan pernyataan tersebut, Suharso, perwakilan PT Pan Brothers Group mengungkapkan bahwa skema PLB sudah bagus. Barang impor di satu lokasi dengan pengawasan yang ketat dan sistem yang mengikat.
PLB merupakan kebijakan pemerintah secara sinergis guna mengefisiensikan logistik nasional, salah satunya dengan mendekatkan bahan baku kepada para pelaku usaha. “Bea Cukai juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) guna memastikan tidak adanya pelanggaran sekecil apapun di PLB,” ujar Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.
Pada akhir sesi diskusi tersebut, forum menyepakati akan dilakukan diskusi secara rutin dan kembali ditegaskan oleh Heru bahwa pemerintah akan terus membuka pintu untuk berdiskusi terkait kebijakan PLB agar dapat tercipta aturan yang inklusif bagi semua pihak guna mendorong laju perekonomian Indonesia serta untuk semakin menciptakan efisiensi biaya logistik agar dapat merangsang pertumbuhan perekonomian Indonesia.