MPR Soroti Reformasi yang Tidak Sesuai Nilai Konstitusi
Reformasi tidak menjamin apa yang dikehendaki oleh konstitusi segera terwujud.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menyoroti implementasi reformasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam konstitusi. Menurut Zulkifli, keberhasilan reformasi nyatanya tidak menjamin apa yang dikehendaki oleh konstitusi dapat segera terwujud.
Pernyataan itu disampaikan Zulkifli dalam peringatan Hari Konstitusi yang diperingati tiap 18 Agustus.
"Pada tingkat implementasi masih ditemukan adanya kekurangan dan bahkan ketidaksesuaian yang apabila dikaji secara mendalam bertentangan dengan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam konstitusi," ujar Zulkifli di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (18/8).
Meskipun, Zulkifli menilai konstitusi secara alamiah akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya. Sehingga hal ini juga yang mendasari terjadinya reformasi konstitusi pada waktu itu
Namun demikian, setelah 17 tahun berjalan, mulai dirasakan masih ada ruang-ruang kosong dalam konstitus saat dihadapkan pada perkembangan nilai-nilai masyarakat yang tumbuh dan berkembang.
"Sehingga perlu menjadi pertimbangan untuk melakukan penyesuaian," kata Ketua Umum PAN tersebut.
Zulhas mencontohkan gelaran Pemilihan Umum 2019 April lalu. Meskipun dianggap sukses dan sesuai Undang-Undang Dasar 1945, Zulkifli mencatat Pemilu juga tak lepas dari masalah yang tak sesuai nilai kontitusi.
"Salah satunya adalah polarisasi di dalam masyarakat yang sangat mengkhawatirkan, bahkan cenderung terjadi perpecahan, banyaknya berita bohong, ujaran kebencian, saling hujat sesama anak bangsa, saling fitnah, persekusi di media sosial adalah contoh-contoh yang tidak sesuai dengan makna yang terkandung dalam konstitusi," kata Zulhas.
Menurutnya, meski mengakui UUD 1945 memang memberikan kemerdekaan kepada setiap orang untuk menyampaikan pendapat. Namun, di UUD juga katanya mengatur bahwa setiap orang wajib tunduk pada pembatasan.
"Pembatasan ini dimaksudkan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," kata Zulkifli.
Selain itu, di bidang pembangunan hukum, jumlah regulasi yang ada semakin tidak terkendali (over regulation). Bahkan, tidak sedikit Undang-Undang yang dihasilkan oleh DPR dan Pemerintah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Kemudian di sisi lain, jika merujuk pada banyaknya peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh berbagai lembaga negara, maka menyebabkan obesitas terhadap regulasi menjadi semakin besar," katanya.
Selain itu, beberapa isu hukum yang terjadi seperti tumpang tindih peraturan perundang-undangan dengan undang-undang yang ada di atasnya, peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan yang baik, peraturan perundang-undangan yang tidak menjanjikan kepastian hukum. Disamping, banyaknya lembaga negara yang menuntut penambahan terhadap kewenangan yang ingin dimilikinya, serta sengketa antarlembaga negara, merupakan beberapa bukti konkret dari problematika terkait dengan sistem hukum Indonesia pasca reformasi.
Begitu pun di bidang ekonomi, nilai-nilai prinsipil dan disain perekonomian sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 masih jauh dari harapan. Menurutnya, koperasi sebagai wujud kebersamaan dalam demokrasi ekonomi masih belum mampu berkembang dan maju sejajar dengan sektor pemerintah dan swasta.
"Secara keseluruhan, perkembangan ekonomi menampilkan paradoks; terjadi pertumbuhan ekonomi di satu sisi, namun pertumbuhan itu belum bisa dinikmati mayoritas rakyat.
Zulhas hari ini memimpin peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Ahad (18/8). Hadir juga Wakil Presiden Jusuf Kalla dan juga Menteri Lingkungan Hidup, para pimpinan MPR dan Kehutanan Siti Nurbaya, sejumlah pimpinan lembaga negara lainnya.