HNW: Jangan Hanya Rakyat yang Disiplin Atasi Covid-19

Bangsa Indonesia masih menganut sistem paternalistik dari pemimpin bangsa

istimewa
Bangsa Indonesia masih menganut sistem paternalistik. Mereka mementingkan keteladanan dari para pimpinan Bangsa. Karena itu bila Warga diwajibkan berdisiplin agar covid-19 segera teratasi, maka pimpinan Bangsa harus jadi teladan soal kedisiplinan ini.
Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Dr.H.M.Hidayat Nur Wahid MA, membenarkan bahwa disiplin adalah kunci penting atasi covid-19. Tetapi, ia mengingatkan,  hendaknya jangan hanya rakyat yang diminta berdisiplin,  dan menjadikan  ketidakdisiplinan Warga sebagai kambing hitam atas menyebarnya bencana nasional covid-19. 


Menurut Hidayat, Bangsa Indonesia masih menganut sistem paternalistik. Mereka mementingkan keteladanan dari para pimpinan Bangsa. Karena itu  bila Warga diwajibkan  berdisiplin agar covid-19 segera teratasi, maka pimpinan Bangsa harus jadi teladan soal kedisiplinan ini.  Jangan sampai terjadi  sebuah kebijakan, diklarifikasi dengan kebijakan lainnya. Atau bahkan yang  berbeda esensi. Situasi  itu kata Hidayat mengesankan adanya ketidak disiplinan pada para pimpinan negara, dengan apa yang  dulu pernah disampaikan pak Jokowi bahwa “tidak ada visi dan misi menteri, yang  ada adalah  visi serta misi Presiden”. 

"Permintaan Presiden agar kurva Covid-19 harus landai pada bulan Mei dengan cara apapun,  tidak akan pernah  terjadi kecuali Pemerintah berdisiplin memberikan keteladanan dalam penanganannya. Salah satunya dengan kebijakan yang tepat dan tidak simpang siur," kata Hidayat seperti disampaikan secara tertulis, Jumat (8/5).

Menurut Hidayat, pemerintah seharusnya  fokus dan berdisiplin dengan kebijakan yang memprioritaskan keselamatan Rakyat yang kesulitan akibat Covid-19. Tetapi yang muncul adalah dengan payung hukum Perpu 1/2020, yang tidak focus untuk atasi darurat kesehatan dan dampaknya pada Rakyat korban covid-19.

Perpu itu menurut Hidayat  rawan terhadap kepentingan pebisnis besar dan bisa mengarah pada abuse of power serta korupsi. Mestinya Pemerintah juga berdisiplin dengan kebijakan refocusing dan realokasi anggaran dan program untuk atasi Covid-19.  Tapi ternyata masih  ada anggaran dan wacana untuk lanjutkan program-program yang tidak urgent.  Seperti kartu pra kerja dan pembangunan ibukota baru. 

Kediisiplin yang juga  penting dicontohkan oleh para Petinggi Pemerintah menurut Hidayat adalah koordinasi dan komunikasi publik terkait kebijakan yang dikeluarkan. Nyatanya, publik malah dipertontonkan perbedaan antara Presiden dengan Menteri Perhubungan soal istilah Mudik dan Pulang Kampung.

Juga perbedaan antara Menkopolhukam dengan Menko Maritim dan Investasi soal larangan mudik di seluruh Indonesia atau cukup PSBB saja. Serta perbedaan antara Menkeu yang bilang bahwa  MenPUPR sudah merealokasi anggaran infrastruktur untuk pembangunan Ibukota baru.

Sedangkan MenPUPR, malah mengatakan, tidak ada anggaran KemenPUPR yang direalokasi untuk proyek ibukota baru, karena anggarannya tidak ada, juga  karena proyek itu belum ada payung hukumnya. Serta  tak singkronnya kebijakan Menlu dan Menhukham soal TKA China, antara Pemerintah Pusat yang izinkan TKA China dan Pemprov Sultra serta Pemda terkait yang menolaknya. 

“Jokowi harusnya tegas dan mendisiplinkan para Menteri, agar tak membingungkan Rakyat dan pejabat di daerah, supaya  mereka bersatu padu dan efektif tangani covid-19”, kata Hidayat lagi.

Agar pemerintah bisa efektif  mengatasi Covid-19, kata Hidayat Jokowi harus tampil pegang kendali dan hadir memimpin langsung penanganan wabah nasional Covid-19 bersama Pimpinan Gugus Nasional, serta para Gubernur dan para pakar terkait. Pemerintah juga harus disiplin dalam pelaksanaan keputusan yang sudah telat seperti PSBB.  Jangan sampai malah bikin bingung rakyat maupun aparat di lapangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler