HNW Kecam Ancaman terhadap Deklarator KAMI
HNW menilai ancaman dan teror kepada KAMI tidak sesuai nilai demokrasi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA menilai, ancaman teror dan intimidasi serta pembajakan akun yang dialami sejumlah Tokoh Nasional yang mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai warisan penjajahan. Ancaman teror dan intimidasi seperti itu tidak sesuai dengan nilai demokrasi dan prinsip negara hukum, yang sudah disepakati berlaku di Indonesia, dan seharusnya dijaga serta dijunjung tinggi.
Apalagi, lanjutnya, bila memperhatikan tokoh-tokoh nasional yang deklarasikan KAMI seperti Prof Din Syamsudin (Muhammadiyah), Prof Rahmat Wahab Hasbullah (NU), Jend (Purn) Gatot Nurmantyo, Dr. Rizal Ramli, Prof Sri Edi Swasono, Dr Meutya Hatta, hingga Abdullah Hehamahua, mereka adalah tokoh-tokoh senior bangsa, moderat dan terhormat dengan track record yang menandakan cinta dan peduli mereka kepada Bangsa dan NKRI.
HNW sapaan akrabnya menilai ancaman, perundungan, pembajakan dan teror tersebut sebagai sebuah ironi di tengah bangsa Indonesia yang baru memperingati 75 tahun Indonesia merdeka, dan 75 tahun berkonstitusi UUD 1945.
“Kita dahulu berjuang untuk merdeka dari penjajahan asing, dan kemudian melakukan reformasi dari Orde Baru, salah satu tujuannya, agar kita bisa berdemokrasi dengan baik dan benar, menghormati HAM dan Hukum, serta melaksanakan cita-cita Indonesia merdeka untuk kesejahteraan dan kemajuan Rakyat Indonesia, sebagaimana disepakati ada dalam Pembukaan UUD 45, dalam negara hukum, yang hormati HAM untuk dapat menyampaikan hak menyampaikan pendapat untuk mengisi kemerdekaan dengan perbaikan negara, agar kiblat Bangsa tak melenceng, dan selalu sesuai dengan Pancasila dan UUD 45,” kata Hidayat melalui keterangan press pada Rabu (19/9).
Semestinya, deklarasi damai dan demokratis KAMI dengan delapan tuntutannya yang moderat dan konstruktif, itu kata Hidayat selayaknya didukung, dan tidak malah difitnah. Ini penting untuk membuktikan bahwa Indonesia memanglah negara yang sudah merdeka, negara demokrasi dan negara hukum.
HNW meminta agar tokoh-tokoh KAMI tidak terprovokasi, tapi juga baiknya mempergunakan hak hukum sebagai Warga Indonesia, dan hendaknya aparat kepolisian segera mengusut tuntas adanya ancaman, teror, pembajakan akun, dan intimidasi terhadap Tokoh-Tokoh dan deklarasi KAMI tersebut.
“Proses penegakan hukum dan pengusutan penting dilakukan secara tuntas, untuk membuktikan bahwa Negara benar-benar melaksanakan Pancasila, dan menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat yang dijamin oleh konstitusi, UUD NRI 1945,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai bahwa deklarasi KAMI itu merupakan bentuk dari kepedulian para tokoh nasional terhadap situasi bangsa dan negara saat ini yang memerlukan kepedulian dan kerja sama seluruh pihak.
“Saya mendukung deklarasi itu sebagai bentuk penghormatan terhadap prinsip negara demokrasi dan negara hukum. Masukan atau kritikan sepedas apapun dalam semangat demokrasi, koridor hukum, dan cinta bangsa dan negara, apalagi oleh para Tokoh-Tokoh Bangsa sekaliber mereka, seharusnya justru diapresiasi Pemerintah, sebagai bukti Pemerintah ini memang betul-betul komitmen dan konsisten melaksanakan nilai demokrasi dan negara hukum,” ujarnya.
HNW menambahkan delapan tuntutan KAMI juga bisa digunakan pemerintah menjadi masukan dan kritik membangun agar Pemerintah selalu dalam koridor dalam melaksanakan amanat Rakyat secara lebih baik, sehingga berkemampuan menyelesaikan persoalan bangsa yang semakin banyak dan kompleks.
“Apalagi di usia yang ke 75 ini, Indonesia terkena darurat kesehatan covid-19, yg bisa mengancam kedaulatan bangsa dan negara, yang bisa membawa kepada terjadinya resesi,” tambahnya.
HNW berpendapat bahwa pandangan setiap warga negara, apalagi para tokoh nasional yang telah berkecimpung dan berpengalaman dalam mengurus negara, perlu menjadi perhatian seluruh pihak, bukan justru diintimidasi atau bahkan dihalangi.
“Kehadiran mereka justru menguatkan kerja mengisi kemerdekaan Indonesia, serta memastikan bahwa Indonesia masih menganut demokrasi, hukum dan hak asasi manusia,” pungkasnya.