MPR Dukung Pembaruan Pendidikan Agama yang Lebih Toleran

Kurikulum Pancasila harus segera diajarkan kembali di lembaga pendidikan

MPR
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, saat tampil sebagai keynote speaker mewakili Ketua MPR Bambang Soesatyo, sekaligus sebagai pembahas dalam Webinar Nasional yang diselenggarakan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Senin (31/8).
Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA–-Wakil Ketua MPR RI Dr. Ahmad Basarah mendukung gagasan pembaruan kurikulum dan metode pengajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang lebih toleran seperti yang digagas oleh Prof. Dr. Abdul Mu’ti. Dalam orasi ilmiahnya saat dikukuhkan sebagai guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (2/9). 


Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu menyatakan bahwa di masa mendatang, meteri dan metode pengajaran PAI harus lebih pluralistis dan mendukung toleransi guna membentuk murid sekolah yang terbuka, toleran, bersikap positif, menerima, dan mau bekerjasama di tengah perbedaan sesuai ajaran Islam. 

"Saya sangat sependapat dengan gagasan untuk menyempurnakan kurikulum dan metode pengajaran pendidikan agama Islam sesuai data-data yang diungkapkan Prof. Dr. Abdul Mu’ti dalam orasi ilmiahnya itu. Bangsa Indonesia beragam, baik dari segi suku, agama, ras, golongan, seni, budaya, juga bahasa. Kita harus mengelola kebhinekaan ini secara dewasa, antara lain dengan memberikan materi pendidikan yang mendukung kebhinekaan itu," kata Ahmad Basarah usai menghadiri pengukuhan Abdul Mu’ti sebagai guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Dalam orasi ilmiahnya, Abdul Mu’ti antara lain memang menyoroti peningkatan intoleransi keagamaan di dunia, termasuk di Indonesia, yang bersumber dari banyak sebab sosiologis, politik, juga sistem pendidikan. Salah satu sebab yang dia ungkap adalah materi dan metode pengajaran PAI yang tidak bersifat pluralistis. Ia mengutip hasil penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2018 bahwa 58,15 persen pelajar dan mahasiswa berpandangan radikal, 51,1 persen intoleran terhadap rekan seagama, dan 34,3 persen intoleran terhadap pemeluk agama lain. 

"Merujuk pada temuan PPIM yang dikutip Prof. Abdul Mu’ti itu, saya semakin yakin bahwa kurikulum Pancasila memang harus segera diajarkan kembali secara formal di sekolah-sekolah dan semua kampus. Pancasila jelas mengajarkan kita bersikap pluralis, toleran, menjaga gotong royong, dan mengajak kita untuk selalu bersatu sebagai anak bangsa seperti yang beliau sampaikan dalam orasi ilmiahnya," kata Ahmad Basarah yang juga menjadi anggota Komisi X DPR RI yang antara lain membidangi pendidikan. 

Di antara orasi ilmiahnya, Abdul Mu’ti mengajukan solusi perbaikan materi dan metode pengajaran PAI di masa depan dengan menawarkan lima dasar pengembangan kurikulum, yakni nilai ketuhanan, kebebasan, keterbukaan, kebersamaan, dan kerjasama. Dia menekankan PAI pluralistis tidak sama dengan sinkretisme atau agnotisme, tapi menekankan agar murid diberikan perspektif yang memungkinnya bersikap kritis dan cenderung menentukan pilihan secara mandiri, sukarela, dan bertanggung jawab.

Merespon solusi yang ditawarkan Abdul Mu’ti itu, Ahmad Basarah bahkan menyatakan bahwa kelima nilai itu sebenarnya sudah terkandung dalam Pancasila yang menjadi idelogi bangsa Indonesia."Nilai ketuhanan yang ditawarkan Profesor Abdul Mu’ti jelas terkandung dalam sila pertama Pancasila. Sila ketiga relevan dengan nilai kebersamaan dan kerjasama.  Sedangkan nilai kebebasan dan keterbukaan yang beliau ungkapkan relevan dengan sila keempat dan kelima Pancasila," kata doktor bidang hukum yang menulis buku Bung Karno, Islam dan Pancasila itu. 

Terakhir, Ahmad Basarah berharap gagasan untuk menyempurnakan kurikulum dan metode pengajaran PAI yang disampaikan Prof Abdul Mu’ti segera bisa direalisasikan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Dia yakin, materi PAI yang pluralis akan menjadi menjadi perekat bangsa dalam memperkuat kebhinekaan ketika para anak didik di semua sekolah sejak awal sudah diajarkan nilai-nilai ketuhanan, kebersamaan, dan toleransi kepada sesama anak bangsa. 

Hadir dalam acara pengukuhan guru besar itu antara lain Menko PMK Muhazir Effendi, Mendikbud Nadiem Makarim, Menteri Agama periode 2014  hingga  2019 Lukman Hakim Saifuddin, pimpinan MPR RI Zulkifli Hasan dan Arsul Sani, serta sejumlah undangan lainnya yang hadir secara sangat terbatas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler