DPD RI Minta Pemerintah Edukasi Warga Sebelum Hapus Premium
Ketua DPD ingatkan Pemerintah untuk jelaskan alasan Premium dihapus
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menanggapi rencana pemerintah menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium yang mendapatkan subsidi. Pemerintah diminta memberikan edukasi yang menyeluruh serta sosialisasi matang kepada masyarakat.
Rencana penghapusan Premium tahun depan, disampaikan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, saat rapat dengan Komisi VII DPR, kemarin. Meski begitu, rencana penghapusan Premium yang beroktan 88 (Ron 88) memang sudah lama terdengar.
"Penghapusan Premium adalah upaya pemerintah untuk mengurangi gas buang emisi kendaraan bermotor, yang sebenarnya sudah dikurangi di sejumlah daerah selama ini," tutur LaNyalla, Kamis (3/6/2021).
Menurutnya, pemerintah telah mengurangi peredaran Premium di Jawa, Madura, Bali (Jamali). Kebijakan serupa juga telah diterapkan di luar Jawa. Pemerintah menggantikannya dengan Pertalite bersubsidi yang harganya sama dengan BBM jenis Premium.
"Penghapusan BBM Ron 88 akan memperbaiki kualitas udara di Indonesia. Kebijakan tersebut juga merupakan dukungan terhadap program langit biru yang diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang harus kita dukung demi perbaikan lingkungan," jelasnya.
Senator asal Jawa Timur ini menambahkan, penghapusan Premium merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2017. Aturan itu mensyaratkan standar baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor sesuai dengan standar Euro 4, sehingga BBM yang digunakan untuk uji emisi agar minimal mengikuti RON minimal 91 atau CN minimal 51.
"Indonesia itu jadi satu dari 7 negara yang masih memakai Ron 88. Padahal kesepakatan global melalui Paris Agreement yang merupakan perjanjian negara-negara untuk mengatasi pemasanan global, penggunaan Ron 88 harus dihindari," kata LaNyalla.
Meski begitu, pemerintah diminta untuk sering-sering melakukan sosialisasi terkait rencana penghapusan total BBM jenis Premium. Selain itu, kata LaNyalla, harus ada penjelasan yang rinci mengapa Premium perlu dihapuskan.
"Edukasi yang paling penting, terutama bagi masyarakat tingkat bawah. Harus dijelaskan bagaimana penggunaan Premium akan berdampak buruk terhadap kehidupan ke depan. Saya juga mendorong agar pengalihan subsidi kepada Pertalite diberlakukan di seluruh daerah. Apalagi sekarang kendaraan dirancang bukan untuk premium, sehingga penggunaan jenis Pertamax jadi lebih hemat," paparnya.
LaNyalla pun berterima kasih kepada masyarakat yang sudah mulai mengalihkan penggunaan Premium karena sadar akan efek buruk bagi lingkungan. Berdasarkan informasi dari Pertamina, masyarakat di Jateng sudah sedikit sekali yang menggunakan Premium.
"Semoga di daerah lain juga bisa mengikuti teladan tersebut. Karena sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang besar pencemaran udara," ucap LaNyalla.
Mantan Ketua Umum PSSI itu pun setuju penundaan penghapusan Premium, dari yang sedianya dilakukan tahun ini. Pada 2022, pemerintah diketahui hanya akan memberikan subsidi untuk BBM jenis solar dan minyak tanah.
"Masih ada waktu untuk mensosialisasikan secara gencar rencana ini. Saya kira memang jika diberlakukan tahun ini masih belum tepat, karena dampak pandemi Covid-19 masih terasa, sehingga dikhawatirkan kenaikan Premium akan berdampak terhadap sektor kehidupan lainnya," tuturnya.