Senin 08 Jun 2020 16:18 WIB

Komponen Nilai UN SD untuk PPDB SMAN Bisa Langgar Aturan

Disdikpora dinilai tak menghargai proses kegiatan belajar mengajar selama di SMP.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Siswa-siswi mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Siswa-siswi mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) mengkritisi proses PPDB SMA/SMK DIY tahun ini. Yang mana, masih kontroversi karena diyakini terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan Disdikpora DIY.

AMPPY menyampaikan, petunjuk teknis (juknis) sudah diumumkan dan PPDB sudah berjalan sejak 2 Juni 2020, tapi juknis diubah di tengah jalan. Karenanya, Disdikpora DIY dinilai berpotensi melakukan pelanggaran maladministrasi.

Lalu, juknis tambahan nilai UN SD untuk bobot tambahan nilai rapor SMP saat seleksi PPDB SMA. Alasannya, mengatasi katrol nilai saat SMP, dan artinya Disdikpora mengamini penyimpangan dan ketidakjujuran sekolah memanipulasi nilai.

Ini jadi bentuk pelanggaran dan nilai-nilai pendidikan yang sebenarnya, dan harusnya sekolah yang lakukan pelanggaran diberi sanksi sejak awal. Padahal, nilai UN SMP dipakai sebagai syarat nilai gabungan, tidak perlu nilai UN SD.

Terlebih, tidak ada juknis dari pusat yang menentukan nilai UN SD sebagai patokan. Jika nilai UN SD digunakan sebagai patokan, Disdikpora juga tidak menghargai proses kegiatan belajar mengajar selama tiga tahun di SMP.

Yang mana, baik ujian mid semester dan ujian akhir semester memakai standar soal-soal dari Dinas Pendidikan. Proses nilai rapor di SMP juga menggunakan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Artinya, Dinas Pendidikan tidak melakukan supervisi dan pendampingan ke sekolah-sekolah agar target KKM terpenuhi. Sehingga, AMPPY berpendapat, potensi katrol nilai sangar rawan terjadi di sekolah-sekolah.

Bagian dari AMPPY, Direktur Institute of Development and Economic Analysis (IDEA) Yogyakarta, Tenti Kurniawati menekankan, kebijakan sudah diumumkan Disdikpora DIY. Artinya, SMA-SMA mau tidak mau harus melaksanakannya.

"Sudah diumumkan oleh Disdikpora, tapi juknisnya belum," kata Tenti kepada Republika, Senin (8/6).

Keluhan sendiri sudah disampaikan ke Ombudsman RI Perwakilan DIY dan Lembaga Ombudsman DIY. Diharapkan, Ombudsman bisa menyelidiki potensi-potensi maladministrasi mengingat belum ada ketentuan pusat soal komponen nilai UN SD.

AMPPY turut meminta Disdikpora tegas melarang segala bentuk sumbangan rasa pungutan karena pandemi Covid-19. Serta, memberi sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar, dan memberi sanksi tegas bagi sekolah yang menahan ijazah. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement