REPUBLIKA.CO.ID,SOLO--Tim Pengabdian Masyarakat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo membuat inovasi lurik batik. Hal tersebut diwujudkan dalam pengabdian masyarakat di Desa Tlingsing, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten.
Pada Selasa (15/9), tim pengabdian masyarakat LPPM UNS melaksanakan roadshow dan sosialisasi hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan judul Inovasi Seni Kreasi Lurik Batik untuk Mendisversifikasi Cendera Mata Khas Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Ketua LPPM UNS, Okid Parama Astirin, mengatakan, pembuatan lurik batik ini merupakan suatu langkah inovatif mengembangkan motif lurik konvensional. "Jadi ada pembaharuan yang tetap mengarah ke tradisional yaitu batik, ini keunggulan yang ditampilkan oleh tim peneliti dan pengabdian LPPM UNS. Harapannya semoga bisa mengangkat produktivitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mitra yang ada di Klaten. Semoga ada hari tertentu misal setiap Jumat semua pegawai menggunakan pakaian berbahan kain lurik," jelasnya seperti tertulis dalam siaran pers, Rabu (16/9).
Salah seorang anggota tim pengabdian yang yang mewakili Tulus Haryono selaku ketua tim, Rara Sugiarti, menyampaikan daya tarik wisata di Kabupaten Klaten sangat melimpah. Selama ini, kebanyakan masyarakat membatik kain atau mori. "Ternyata di sini ada potensi lurik. Kendalanya ada di pengembangan desain dan motif, kemudian kami menemukan ide untuk membuat lurik tersebut menjadi lebih inovatif. Motif ini kami beri nama Luba, yakni kombinasi lurik dan batik. Jadi, kami kembangkan sebagai kekuatan produk daerah Klaten karena di sini punya lurik dan juga punya batik serta kombinasi keduanya," paparnya.
Batik yang dibuat pada kain Luba merupakan batik tulis yang dibuat secara manual. Saat ini, sudah dilakukan proses produksi lurik batik. Selanjutnya, tim pengabdian masyarakat akan terus melakukan eksplorasi pengembangan desain dan motif.
"Motifnya bisa berbentuk bunga, binatang serta motif-motif klasik seperti sidomukti, sidodadi, sidoluhur, parang, semen, dan sebagainya. Saat ini untuk pewarnaannya menggunakan naptol karena saat dicoba menggunakan pewarna alami, warnanya kurang mengikat sehingga cenderung pudar. Dengan naptol, warnanya lebih hidup dan terang," imbuh Rara.
Seorang mitra UMKM, Nurul Fatimah, mengapresiasi pendampingan serta pembuatan inovasi baru lurik batik yang dilakukan oleh LPPM UNS. Dia mengatakan, pangsa pasar mereka saat ini antara lain, Solo, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain memasarkan lurik dalam bentuk kain, Nurul juga memasarkan kain buatannya tersebut dalam bentuk pakaian jadi seperti kemeja dan blazer.
"Kami mengumpulkan kelompok tenun di satu RW untuk membantu proses produksi. Dalam sepekan kami bisa menerima pesanan lebih dari 500 meter kain. Namun, karena adanya pandemi pesanan lurik menurun hingga 70 persen. Kalau pesanan di Jogja, mereka yang membuat motif, lalu kami tinggal membuatkan atau menenun kain," jelas Nurul.
Selain pemasaran secara langsung, Nurul juga melakukan pemasaran secara daring melalui pasar-pasar daring dan media sosial. Dia juga membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar untuk menjual ulang kain lurik yang ia produksi.
"Masyarakat di sini bisa menjual kain lurik kami dengan cara memfoto, jadi tidak harus membeli terlebih dahulu. Mayoritas yang melakukan penjualan daring ini remaja usia Sekolah Menengah Atas (SMA) dan mahasiswa," katanya.
Pengabdian masyarakat yang dilakukan LPPM UNS tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di Desa Tlingsing, Cawas, Klaten. Selain itu, melalui lurik batik yang berhasil diciptakan tersebut diharapkan mampu memberikan warna tersendiri dalam perkembangan dunia fashion khususnya lurik.