Jumat 11 Dec 2020 15:33 WIB

Galur Virus Corona di Milan 2019 Sama Persis dengan di Wuhan

Studi ini menambah argumen bahwa virus corona baru mungkin tak berasal dari Wuhan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Sampel dari anak yang diduga kena campak di Milan, Italia pada 5 Desember 2019 ditemukan positif Covid-19.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Sampel dari anak yang diduga kena campak di Milan, Italia pada 5 Desember 2019 ditemukan positif Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para ilmuwan di Italia mengidentifikasi bahwa sampel virus corona tipe baru (SARS-CoV-2) yang ada di negaranya pada 5 Desember 2019 persis sama dengan virus yang pertama kali ditemukan di pasar basah Wuhan, Provinsi Hubei, China pada 26 Desember 2019. Sampel tersebut berasal dari seorang anak laki-laki yang semula diduga terjangkit campak.

"Temuan ini sesuai dengan bukti lain penyebaran awal Covid-19 di Eropa yang menunjukkan bahwa awal wabah terjadi pada akhir musim gugur 2019,” kata pemimpin studi, Profesor Elisabetta Tanzi, seperti dikutip dari laman South China Morning Post, Jumat (11/12).

Baca Juga

Menurut para peneliti dari Universitas Milan, sampelnya memiliki kecocokan 100 persen dari segi genom. Studi ini diterbitkan pada Rabu di Emerging Infectious Diseases, jurnal peer-review yang diproduksi oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Laporan itu menambah argumen bahwa Covid-19 mungkin tidak berasal dari China.

Pada September 2019 di Milan, Tanzi dan timnya melihat peningkatan pasien yang mengalami gejala seperti demam, batuk, dan ruam kulit. Mereka mengira itu wabah campak, tetapi tes untuk campak dinyatakan negatif.

Gejala serupa kemudian ditemukan pada anak-anak dengan Covid-19, dengan kasus pertama yang dikonfirmasi di Italia dilaporkan baru pada 21 Februari 2020. Ketika Tanzi menguji ulang sampel mereka, semuanya kembali negatif, kecuali satu yang diambil dari seorang bocah laki-laki berusia empat tahun yang tidak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri tetapi sakit parah sehingga membutuhkan perawatan darurat.

Sampel tidak hanya di tes positif Covid-19, tetapi juga mengandung gen virus SARS-CoV-2 yang sangat cocok dengan strain (galur) yang diisolasi di Wuhan dan beberapa strain lain yang telah beredar di seluruh dunia. Hanya saja, sampel tersebut tidak mengandung partikel virus lengkap yang dapat diisolasi, sehingga asalnya tidak dapat ditentukan.

Studi ini juga didukung dengan sampel limbah yang dikumpulkan di Eropa dan Amerika Selatan sebelum dimulainya wabah. Sampel dari air limbah itu terbukti positif mengandung patogen. Sementara itu, antibodi yang mengikat secara khusus pada virus corona ditemukan dalam sampel darah yang diambil dari pasien kanker paru-paru Italia pada awal September 2019.

Akan tetapi, banyak dari bukti ini telah dipertanyakan. Virus yang ditemukan di air limbah atau selokan, misalnya, tidak dapat diurutkan dengan benar karena terlalu rusak. Lalu, hasil positif dari tes antibodi hanya memberikan bukti tidak langsung keberadaan virus.

Sebuah tim peneliti di Shanghai, China, misalnya, telah mengajukan teori bahwa penularan pertama SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia mungkin terjadi di anak benua India musim panas lalu. Namun, studi tersebut, yang dikirimkan ke The Lancet bulan lalu, baru-baru ini dihapus dari platform pracetak jurnal untuk diperbarui dengan data baru.

“India dan Bangladesh memiliki strain virus tertua dengan jumlah mutasi terkecil, dan keragaman genetik dari sampel yang dikumpulkan di kedua negara lebih tinggi dibanding negara manapun di dunia. Ini cukup menunjukkan bahwa kawasan itu adalah sumber wabah. Metode dan kesimpulan kami sudah sangat kuat jadi jangan anggap remeh,” kata Dr Shen Libing, penulis utama studi di Akademi Ilmu Pengetahuan China.

Benjamin Neuman, profesor dan ketua Ilmu Biologi di University of Texas-Texarkana juga sedikit meragukan studi tim Tanzi. Metode yang digunakan oleh Tanzi untuk mendeteksi gen virus memang cukup baik dan sensitif, tetapi itu juga dapat menyebabkan hasil yang salah jika eksperimen tidak dilakukan dengan baik.

Misalnya, meskipun Tanzi berhati-hati dalam memilih laboratorium yang belum pernah menangani virus SARS-CoV-2 sebelumnya, tidak jelas apakah ada stafnya yang terinfeksi, yang mungkin telah mencemari sampel.

"Saya akan terus mengawasi dan menunggu bukti yang lebih meyakinkan," kata Neuman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement