REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salma Febriani
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali Imran/ 3: 159)
Perang Uhud menjadi saksi sejarah bagaimana keluhuran akhlak Rasulullah Saw betul-betul diuji. Perang yang terjadi antara kaum muslimin dan kafir Quraisy Makkah ini terjadi sekitar tahun 625 M. Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badar (624 M). Tentara Islam berjumlah 700 orang sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Dua tahun kemudian, pecahlah perang Khandaq (627 M)—pertempuran yang menjadi refleksi atas kekalahan besar kaum Muslimin pada pertempuran Uhud. Di perang inilah strategi perang diatur sedemikian rupa, hingga Rasul menerima usul sahabat muslim dari Persia, Salman al-Farisi untuk membuat parit.
Jika kita membaca ulang sejarah hidup Rasulullah, sungguh berat perjuangan beliau. Muhammad Rasulullah bukan hanya seorang suami dari para isteri dan ayah untuk anak-anaknya, tapi beliau juga berperan sebagai utusan Allah, pendidik bagi para sahabat, penyampai al-Qur’an, penasihat, bahkan pengatur siasat. Sangat banyak perang yang diikuti dan dipimpin oleh Rasulullah. Melalui peristiwa Uhud itulah, surah ali Imran/3: 159 turun.