Senin 29 Mar 2021 16:32 WIB

Vaksin Kurang Efektif Hadapi Corona Varian Brasil dan Afsel 

Corona varian Afsel dan Brasil kurang efisien dihambat oleh antibodi dari vaksin.

Rep: Idealisa Masyarafina/ Red: Dwi Murdaningsih
virus corona (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
virus corona (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, GOTTINGEN -- Bentuk varian dari virus corona baru yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan dan Brasil kurang efisien dihambat oleh antibodi dari penyintas covid-19 dan individu yang divaksinasi.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell, pemulihan dari COVID-19 serta vaksinasi mungkin hanya menawarkan perlindungan yang tidak lengkap terhadap bentuk virus mutan ini.

Baca Juga

"Ini mengkhawatirkan, karena penyebaran varian yang cepat yang mungkin tidak dapat dihambat secara efisien oleh antibodi dapat merusak strategi vaksinasi kami saat ini," kata Stefan Pohlmann, salah satu penulis studi dari Pusat Primata Jerman di Gottingen, dilansir di Financial Express, Senin (29/3).

Varian virus ini memiliki mutasi pada protein lonjakan, struktur pada permukaan virus yang bertanggung jawab untuk melekat pada sel inang. 

Agar virus dapat memasuki sel, virus  pertama-tama harus menempel pada permukaan sel inang menggunakan protein lonjakannya, yang terletak di selubung virus. Protein lonjakan juga merupakan target untuk terapi antibodi dan vaksin yang bertujuan mencegah replikasi virus di dalam tubuh.

Berdasarkan penelitian, para ilmuwan mengatakan antibodi yang digunakan untuk terapi COVID-19 tidak menghambat varian virus corona Afrika Selatan dan Brasil, B.1.351 dan P.1.

"Selain itu, varian ini kurang dihambat dengan baik oleh antibodi dari individu yang sembuh atau divaksinasi, mereka sebagian melewati efek netralisasi antibodi," kata Jan Munch, rekan penulis studi lainnya.

Studi tersebut mencatat bahwa vaksinasi atau pemulihan dari COVID-19 dapat menawarkan pengurangan perlindungan dari varian SARS-CoV-2 B.1.351 dan P.1

"Temuan kami menunjukkan bahwa penting untuk membatasi penyebaran virus sebanyak mungkin sampai vaksinasi yang meluas memungkinkan.  Jika tidak, kami mempertaruhkan munculnya varian baru yang tidak dapat dikendalikan secara efektif oleh vaksin yang tersedia saat ini," kata Markus Hoffmann, penulis pertama studi tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement