REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Teguh Imami, Mahasiswa Pascasarjana Unair
Ramadan sudah memasuki hari ke-16. Pertengahan bulan ini, semakin banyak pedagang yang menjejerkan makananya di pinggiran jalan. Ada gorengan, berbagai rasa es, aneka jajan, dan segala khas makanan ada di sana. Hal yang sama dilakukan pembeli, mereka banyak yang sudah antri sedari siang. Mereka tidak ingin melewatkan berbuka dengan menu yang apa adanya.
Begitupun tingkat masyarakat berbelanja online, iPrice secara konsisten melakukan riset perubahan perilaku berbelanja muslim di Indonesia pada saat Ramadan. Trafik berbelanja daring meningkat hingga 345%. Semarak bulan Ramadan selalu diikuti dengan meningkatnya daya beli masyarakat.
Bagi masyarakat Indonesia, puasa adalah momentum masyarakat untuk meluapkan kegembiraan. Semarak itu, selain bisa dilihat dari pasar swalayan dan mall, juga bisa dilihat dari restoran makan, kafe, dan di masjid-masjid tempat ibadah.
Puasa menjadi alat pemersatu rindu untuk bertemu, untuk menghilangkan jarak setelah lama tidak berjumlah. Selain itu puasa juga menjadi ajang untuk menghambur-hamburkan uang, juga ajang untuk memamerkan kemewaan kepada sanak famili, tetangga, dan kepada siapapun orang yang ditemui.
Di tengah hiruk pikuk semarak Ramadan, Bagaimana nasib masyarakat miskin di Indonesia?