REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 23 mahasiswa Arsitektur dan Desain Interior dari 13 Negara telah mengikuti kompetisi Asia Young Designer Awards (AYDA) Summit 2021. Dayana Aripin dan Evva Lim Fee dari Malaysia dinobatkan sebagai Asia Young Designers of the Year.
Sementara dari Indonesia, Marietta Stefani, mahasiswi Universitas Kristen Petra berhasil menyabet gelar Honorary Mention untuk kategori Arsitektur. Tidak hanya Marietta, Indonesia juga mengirimkan satu mahasiswi terbaik untuk kategori Desain Interior yaitu Patricia Caitlyn dari Universitas Pelita Harapan.
Chief Executive Officer (CEO) Decorative Paints Nippon Paint Indonesia, Jon Tan mengaku bangga dengan karya yang sudah ditampilkan oleh Marieta dan Patricia. Mereka telah berhasil membawa Indonesia di kancah Internasional dan mengalahkan 35 ribu karya dari 13 Negara lainnya.
"Ini menjadi poin penting dalam perjalanan kami ke depan. Kami berharap, pada AYDA selanjutnya semakin banyak karya yang masuk dan muncul sebagai pemenang dari Indonesia," ujar Jon Tan.
Marietta Stefani dengan karyanya yang berjudul Unsighted Intertwining Multisensory Experience with Architecture menampilkan perspektif manusia dengan penyandang tunanetra untuk dapat menikmati sebuah karya seni. Mata biasa digunakan manusia untuk melihat dan memahami segala sesuatu di dunia.
Mata menjadi indra utama yang memiliki peran besar dalam membangun perspektif. Tanpa kita sadari hal umum dalam kehidupan sehari-hari ini ternyata memiliki dampak yang besar, terutama bagi kaum tunanetra. Dalam proses spasial normal, manusia akan lebih peka terhadap informasi visual yang dapat menyebabkan okularsentrisme arsitektur.
"Lantas apa yang harus dilakukan oleh teman-teman tunanetra untuk dapat menikmati seni? Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi bagi saya untuk menciptakan karya Unsighted," tutur Marietta.
Ia menjelaskan bahwa konsep Unsighted merupakan keseluruhan pengalaman multisensori, dengan menstimuli penggunaan indera-indera lain sebagai pengganti indera pengelihatan yang hilang.
Mengkomposisikan tekstur-tekstur, bunyi-bunyian, bau, dan suara-suara sebagai elemen pengarah yang dapat membantu pengunjung tunanetra memperoleh pengalaman penuh di sebuah galeri seni yang dikombinasikan dengan elemen linear, kontinuitas, ritme, keteraturan dan landmark sesuai teori orientasi dan mobilitas yang digunakan tunanetra.
"Dengan adanya galeri seni ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru kepada penyandang tunanetra, untuk menegaskan kesetaraan bagi semua orang dan memberikan kesempatan kepada tunanetra untuk menunjukkan kemampuan yang mereka miliki" ujar Marietta.
Tahun ini kompetisi desain AYDA mengangkat tema Forward: Human-Centred Design, menyiapkan panggung bagi calon desainer untuk menciptakan ruang yang sadar sosial sekaligus inovatif dan berkelanjutan.
"Kami sangat terkesan dengan karya yang dirangkai oleh para peserta dan pemenang AYDA tahun ini. Saat ini kita akan ditantang untuk menciptakan desain dan ruang yang out-of-box yang mampu mendukung perdagangan dan komunitas dan mampu menahan banyak perubahan yang mungkin kita hadapi di masa depan. Saya mengucapkan selamat kepada para pemenang dan saya harapkan hasil yang sama untuk tahun depan juga," ujar Sibarani Sofian, juri untuk Kategori Arsitektur sekaligus pendiri dan Urban+di Indonesia.
Dilaksanakan secara virtual, kompetisi tahun ini banyak memasukan interaksi digital mulai dari coaching session hingga pelaksanaan Upacara Penghargaan. Menjaga semangat kreativitasnya, AYDA telah memulai perjalanan menuju kompetisi ke-14. Dengan tema Amplifying Empathy Through Design, AYDA 2021/22 mendorong kreatifitas mahasiswa/i di bidang Arsitek dan Desain Interior untuk berkancah di tingkat Internasional.