REPUBLIKA.CO.ID, oleh Barid Hardiyanto*, Doktor Ilmu Administrasi Publik UGM, Pengajar di Universitas Amikom Purwokerto dan UIN Syaifuddin Zuhri Purwokerto.
Pandemi Covid-19 akan berkonsekuensi besar –tidak hanya di bidang kesehatan- tetapi juga ekonomi, politik dan seni. Semua tergantung pada pilihan yang diambil (Harari: 2020). Sebelum Covid 19 muncul telah banyak juga pendapat yang menyatakan bahwa kita dihadapkan pada situasi perubahan yang begitu cepat karena keberadaan teknologi. Adanya kemajuan teknologi yang sangat cepat berubah membuat semua lini kehidupan mengalami disrupsi dan memerlukan adaptasi. Disrupsi akibat percepatan perkembangan teknologi semakin menemukan kebutuhan percepatan adaptasi dengan adanya pandemi.
Di sini, pandemi “memaksa” kita untuk menyegerakan diri bisa beradaptasi dengan kebiasaan baru, salah satunya adalah menghindari kerumunan dan menjaga jarak dengan solusi pelayanan publik secara online. Isu pelayanan publik merupakan salah satu isu yang dibutuhkan masyarakat. Maka tak mengherankan bila kemudian masyarakat menuntut isu ini sebagai isu yang seharusnya diusung oleh para pemimpin pemerintahan.
Dalam konteks itulah, pemimpin pemerintahan harus mempunyai kemampuan yang baik dalam memetakan kondisi atas adanya dampak disrupsi akibat teknologi dan pandemi. Pada masyarakat yang telah terbiasa dengan cara kerja online, seperti: telah ada ojek online, pemesanan makanan online dan hal-hal lain yang bisa dilakukan dengan lebih efektif dan efisien hampir dapat dipastikan mempunyai tuntutan yang lebih besar agar pemerintahnya dapat bekerja seefektif dan seefisien para penyedia jasa online.
Begitu juga dengan wilayah-wilayah yang pada saat pandemi merasakan situasi pembatasan sosial pasti memandang pentingnya kehadiran negara dalam menjamin kehidupannya. Masyarakat membutuhkan pelayanan publik yang mampu memberikan kepastian agar masyarakat tidak tertular wabah virus Covid-19 dan cara tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan metode online.
Upaya untuk menjalankan pelayanan publik yang maksimal sebetulnya sudah dilakukan misalnya di Surabaya yang menerapkan unit pelayanan terpadu satu atap (UPTSA) atau di Banyuwangi dan Banyumas serta kota-kota lain yang menjalankan Mall Pelayanan Publik. Keberadaan dua model tersebut dapat semakin memperpendek waktu pelayanan dan meningkatkan ragam jumlah layanan. Namun demikian, standart pelayanan publik tersebut harus terus ditingkatkan statusnya. Pelayanan publik yang ada sekarang ini harus memperhatikan secara saksama pengaruh besar teknologi dan pandemi atas kondisi “normal” yang sudah ada. Jawaban atas hal tersebut adalah super aplikasi pelayanan publik yang biasa juga disebut dengan Super App Pelayanan Publik.
Super App Pelayanan Publik
Super app pelayanan publik merupakan transformasi pelayanan pubik yang didasarkan pada konteks urgensi transformasi karena kemajuan teknologi dan pandemi. Melalui keberadaan super app pelayanan publik bisa menjadi pijakan bagi pemimpin pemerintahan bahwa ia mempunyai suatu cara baru untuk memberikan pelayanan publik terpadu yang menyediakan segala macam pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat.
Secara implementatif, dalam super app ini perlu disediakan informasi mengenai...