Ferdiansyah menegaskan, F-Golkar menolak segala bentuk kekerasan seksual yang beragam dan dibarengi dengan kemajuan teknologi. Karena itu menurut dia, RUU TPKS harus dikedepankan sifat kehati-hatian dan memasukkan muatan materi dalam RUU tersebut.
"Agar kesempurnaan dan ketika sudah diundangkan tidak ada lagi celah dari pihak lain untuk melakukan judicial review," ujar anggota Baleg Fraksi Partai Ferdiansyah.
Fraksi Partai Gerindra dan Partai Demokrat juga menyatakan setuju, sebab perlindungan terhadap korban kekerasan seksual membutuhkan peraturan perundang-undangan. Adapun Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan setuju, tetapi dengan syarat agar pelanggaran seksual baik yang memiliki unsur kekerasan maupun tidak diatur di dalamnya.
"Menyetujui hasil Panja Baleg DPR RI terhadap penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan syarat seperti yang sudah disampaikan untuk diakomodir, untuk menjadi usul inisiatif DPR RI," ujar anggota Baleg Fraksi PPP Syamsurizal.
Adapun anggota Baleg Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzammil Yusuf menyatakan tak setuju RUU TPKS untuk disahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR. Alasannya, RUU tersebut disebut mengatur persetujuan seks atau sexual consent yang berpotensi menghadirkan seks bebas.
"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak hasil panja tersebut untuk dilanjutkan ke dalam tahap selanjutnya," ujar Al Muzammil.
PKS, kata Al Muzammil, tegas tak akan menyetujui RUU TPKS berdiri sebagai undang-undang. Selama di dalamnya belum mengatur larangan tentang perzinahan dan penyimpangan seksual, seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
"Hal tersebut tidak sesuai nilai Pancasila, budaya, dan norma agama yang dianut bangsa Indonesia. Maka Fraksi PKS menolak RUU TPKS sebelum didahului adanya pengesahan larangan perzinahan dan LGBT yang diatur dalam undang-undang yang berlaku," ujar Al Muzammil.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan F-Golkar tidak menolak RUU TPKS namun meminta penundaan pengambilan keputusan. "Kami bisa memahami karena keinginan melibatkan publik lebih dalam," katanya.
Dia berharap agar sebelum pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR RI, dialog dengan publik untuk menampung aspirasi sudah terlaksana.