REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priof. Zainuddin Maliki - anggota Komisi X DPR RI F-PAN
Tahun 2021 ditandai dengan musibah pandemic Covid-19, membuat pembelajaran dilakukan dengan daring. Pembelajaran tatap muka belum bisa dilakukan sepenuhnya. Ancaman munculnya generasi rebahan akibat pembelajaran hanya bisa dilakukan dengan daring dalam waktu yang cukup lama begitu mengkhawatirkan.
Dalam pada itu Kemendikbudristek begitu banyak melakukan perubahan di bidang pendidikan. Perubahan dibuat episode demi episode. Selama satu tahun terakhir tercatat tidak kurang dari 13 episode perubahan.
Di dalam puluhan episode itu antara lain mencakup penghapusan Ujian Nasional, pembubaran BSNP, memperbesar jalur prestasi dalam PPDB Zonasi, RPP satu halaman, guru penggerak, sekolah penggerak, program organisasi penggerak, larangan menyalurkan dana BOS kepada sekolah yang 3 tahun terakhir siswanya kurang dari 60 peserta didik, kurikulum darurat dan penerapan kurikulum prototype di bawah slogan merdeka belajar dan kampus merdeka.
Perubahan apapun harus tetap dijaga kesinambungan, terutama dengan nilai-nilai lama yang bagus. Dengan begitu banyak perubahan kebijakan yang dikeluarkan maka Kemendikbud ristek harus menjamin terhindar dari risiko keterputusan sejarah.
Guna menghindari risiko terjadinya diskontinuitas, dalam melakukan perubahan kebijakan diharapkan Kemendikbudristek banyak mendengar dan memperhatikan pikiran dan gagasan dari lembaga yang kaya pengalaman dan telah banyak berbuat kebajikan di dunia pendidikan seperti Muhammadiyah dengan Majlis Dikdasmen dan Majlis Pendidikan Tinggi-nya, NU dengan Lembaga Maarifnya, PGRI dan LPTK.
Tentu di tengah era disrupsi, perubahan di dunia pendidikan adalah sebuah keniscayaan, terutama dalam upaya mengatasi ketergantungan terhadap teknologi yang saat ini telah memasuki regime industri 4.0. Juga karena perlu dirumuskan kebijakan yang adaptif dalam memberi layanan dan akses pendidikan berkualitas terhadap masyarakat yang majemuk dan tersebar dari kota besar hingga daerah 3T.
Kebijakan yang relevan pun dibutuhkan untuk mendekatkan lulusan sekolah dan perguruan tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri akibat dari munculnya masyarakat jenis baru, yaitu masyarakat ekonomi berbasis pengetahuan
Akan tetapi yang harus disadari adalah bahwa maju tidaknya sebuah bangsa bukan didasarkan kepada kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki, namun oleh jumlah manusia terdidik dan bermental kuat, maka hasrat kuat membangun masyarakat jenis baru, yaitu masyarakat ekonomi berbasis pengetahuan melalui pendidikan, tidak boleh mengesampingkan nilai-nilai utama.
Perubahan kebijakan pendidikan harus memperhatikan penguatan nilai utama dalam pendidikan, dalam hal ini “nilai agama” dan juga ideology Pancasila; Pendidikan tidak boleh hanya dipadati dengan pemikiran dan imperasi ekonomi, apalagi hanya sebatas penguatan literasi dan numerasi namun harus dilandasi prinsip membangun manusia Indonesia yang terdidik dan bermental kuat.
Guna menghadirkan manusia-manusia terdidik dan bermental kuat, maka Kemendikbudristek harus meyakinkan kepada publik bahwa atribut “iman dan taqwa” tidak boleh absen dalam perumusan visi pendidikan nasional, juga dalam perumusan atribut Pelajar Pancasila, termasuk perumusan nilai-nilai dasar kurikulum pendidikan sejak usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan Tinggi; Sebagai bagian dari penguatan nilai-nilai utama maka tentu sangat tidak bijak melakukan penghapusan mata kuliah Pancasila dari kurikulum Perguruan Tinggi maupun semua jenjang pendidikan nasional.
Mengenai kebijakan terkait dengan guru diharapkan Kemendikbudristek memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: Peningkatan kompetensi guru melalui program guru penggerak tidak boleh berubah menjadi kebijakan yang elitis, sehingga yang memperoleh fasilitas pengembangan kompetensi hanya guru yang lolos seleksi, sementara guru-guru yang justru memerlukan pengembangan kompetensi tidak memperoleh fasilitas untuk melakukan pengembangan kompetensi sebagaimana mestinya.
Guru honorer yang mengisi kekurangan guru selama bertahun-tahun harus mendapatkan apresiasi yang layak dengan mengangkat mereka sebagai ASN. Pengangkatan guru honorer menjadi ASN-PPPK tahun 2021 harus dilakukan perbaikan dalam hal berikut: Memberikan afirmasi 100 persen bagi guru yang sudah mengabdi lima tahun lebih dan memberikan afirmasi secara adil kepada guru honorer yang berusia di atas 35 tahun; Menempatkan guru yang lulus PPPK ke sekolah asal sehingga dijamin kelangsungan pembelajaran di sekolah tersebut; Mengupayakan guru-guru honorer yang dinyatakan lulus dalam tes P3K tahun 2021 dipastikan memperoleh formasi jabatan; Membuka formasi jabatan guru secara proporsional sesuai dengan kebutuhan daerah; Memastikan guru honorer PPPK 2021 yang lulus tes diangkat dan diberi gaji yang bersumber dari APBN.
Dengan semangat membangun dari pinggiran sebagaimana yang dipesankan oleh Presiden, dan dalam upaya melakukan pemerataan serta penguatan sekolah yang masih memerlukan pemberdayaan maka sekolah yang selama tiga tahun terakhir memiliki siswa kurang dari 60 peserta didik, harus tetap diberi hak menerima BOS.