REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- KBRI Canberra terus berusaha meningkatkan kerja sama antara universitas di Indonesia dan Australia, salah satunya dalam hal pertukaran dosen dan mahasiswa maupun dalam hal penelitian bersama dan publikasi. Hal itu disampaikan oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra, Mukhamad Najib dalam acara Round Table Discussion di La Trobe University, Australia pada Senin (7/3).
Dalam paparannya berjudul “Collaboration opportunities between universities in Indonesia and Australia”, Najib menyampaikan bahwa saat ini pemerintah Indonesia tengah mendorong universitas di Indonesia untuk melakukan internasionalisasi, mengimplementasikan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta gencar melakukan hilirisasi riset dengan mempertemukan penelitian di universitas dan kebutuhan dunia industri melalui platform Kedaireka.
Dalam konteks internasionalisasi, menurut Atdikbud Najib, pemerintah telah memberikan tugas kepada beberapa universitas berstatus Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) untuk meningkatkan peringkatnya di tingkat dunia. Hal ini dapat dilakukan di antaranya dengan meningkatkan reputasi akademik, meningkatkan rasio dosen dan mahasiswa internasional, meningkatkan publikasi dan sitasi di jurnal bereputasi.
“Untuk melakukan internasionalisasi, universitas di Indonesia perlu memperbanyak kerja sama baik dalam bidang pendidikan maupun penelitian dengan universitas di luar negeri, salah satunya dengan universitas di Australia. Karena kami memahami bahwa universitas di Australia memiliki reputasi internasional yang baik. Kerja sama antara universitas di Indonesia dan Australia tentu akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak,” jelas Najib dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Dalam kesempatan tersebut Najib juga menyampaikan salah satu implementasi dari kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah mendorong mahasiswa Indonesia untuk memiliki pengalaman internasional dengan memfasilitasi mereka kuliah satu semester di luar negeri.
“Tahun lalu pemerintah memberikan beasiswa kepada hampir 1.000 mahasiswa sarjana yang ingin mengambil kuliah satu semester di luar negeri dengan program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA). Saat ini pemerintah juga memberikan beasiswa yang sama bagi mahasiswa vokasi dengan program Indonesia International Vocational Student Mobility Awards (IIVOSMA),” tutur Najib.
Menurut Najib, penekanan IISMA dan IIVOSMA berbeda. Jika IISMA fokus bermitra dengan universitas top dunia, IIVOSMA lebih pada universitas yang telah memiliki mitra industri. IIVOSMA, jelas Najib, ditujukan untuk mahasiswa vokasi yang bobot praktiknya lebih banyak. Sehingga diharapkan universitas yang akan menjadi mitra adalah universitas yang memiliki hubungan erat dengan industri, sehingga mahasiswa tidak hanya belajar di kelas, tapi juga memperoleh kesempatan belajar di industri.
“IIVOSMA memerlukan mitra universitas yang memiliki kedekatan dengan industry. Oleh karena itu kami mengundang La Trobe University sebagai salah satu universitas yang memiliki hubungan erat dengan industri untuk mendaftar sebagai partner IIVOSMA”, tambah Najib.
Sementara Vice-Chancellor La Trobe University, Professor John Dewar, mengungkapkan ketertarikannya untuk bekerja sama dengan universitas di Indonesia. Dewar mengatakan bahwa selama La Trobe University sangat kuat dalam bidang ilmu-ilmu kesehatan dan dengan beberapa universitas di Indonesia juga sudah memiliki kerja sama. Namun begitu, menurut Dewar, potensi Indonesia sangat besar, oleh karena itu skala kerja sama dengan universitas di Indonesia perlu ditingkatkan.
“Kami sangat tertarik untuk meningkatkan skala kerja sama dengan universitas di Indonesia, baik dalam hal riset, pertukaran dosen maupun pertukaran mahasiswa. Kami tertarik untuk berpartisipasi dalam IISMA dan IIVOSMA, karena kami juga memiliki hubungan yang kuat dengan industry,” jelas Dewar.
Selain Professor John Dewar, acara Round Table Discussion juga dihadiri oleh Deputy Vice-Chancellor urusan global dan regional La Trobe University, Professor Richard Speed, Professor Amalia Di Lorio selaku pro Vice-Chancellor bidang Kerja Sama Pendidikan serta Stacey Farraway selaku pro Vice-Chancellor bidang operasi internasional. Sementara dari KBRI Canberra turut hadir Ghofar Ismail selaku koordinator Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya dan dari KJRI Melbourne hadir pula I Made Oka dan Geofani Palembangan.