Rabu 15 Jun 2022 15:56 WIB

Korban Challenge Medsos: Alat Bantu Hidup Anaknya akan Dicabut, Ibu Inggris Ajukan Banding

Anak itu mati batang otak akibat cedera setelah ikut ligature over head challenge.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Seorang anak asal Inggris yang menjadi korban tantangan medsos, Archie Battersbee, dicium kakaknya, Tom Summers, di rumah sakit. Archie menderita mati otak setelah mengikuti tantangan ligature over head challenge yang membuat dirinya pingsan.
Foto: PA
Seorang anak asal Inggris yang menjadi korban tantangan medsos, Archie Battersbee, dicium kakaknya, Tom Summers, di rumah sakit. Archie menderita mati otak setelah mengikuti tantangan ligature over head challenge yang membuat dirinya pingsan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ibu asal Inggris, Hollie Dance, berjuang sekuat tenaga agar alat penunjang hidup tak dilepas dari anaknya yang terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit. Hal ini Dance lakukan setelah anaknya, Archie Battersbee, dinyatakan mati otak dan hakim memperbolehkan dokter untuk melepas alat penunjang hidup dari anak tersebut.

Archie pertama kali ditemukan tak sadarkan diri pada 7 April 2022 di rumahnya. Saat itu, Archie ditemukan dalam kondisi lehernya terlilit oleh tali pengikat setelah mencoba ligature over head challenge di yang sempat populer di media sosial.

Baca Juga

Sejak saat itu, Archie bisa tetap hidup dengan bantuan alat penunjang hidup dari rumah sakit. Hollie tanpa lelah memohon kepada tenaga medis agar mereka memberikan kesempatan Archie untuk menjalani pengobatan hingga pulih. Hollie mengungkapkan bahwa instingnya sebagai ibu mengetahui bahwa Archie madih hidup.

"Jantungnya masih berdetak, dia penah menggenggam tangan saya, serta sebagai ibunya, dan dengan insting keibuan saya, saya tahu anak saya masih ada di situ," ungkap Hollie di pengadilan, seperti dilansir The Sun, Rabu (15/6/2022).

Akan tetapi, hukum memiliki pendapat yang berbeda. Hakim Pengadilan Tinggi, Justice Arbuthnot, mengungkapkan bahwa Archie dinyatakan sudah mati secara hukum dan tak memiliki harapan untuk kembali pulih. Hakim juga mengungkapkan bahwa dokter boleh melepas alat penunjang hidup dari Archie.

Atas putusan tersebut, keluarga Archie berencana untuk mengajukan banding. Pihak rumah sakit yang merawat Archie, Royal London Hospital, mengungkapkan bahwa anak berusia 12 tahun tersebut akan tetap berada dalam perawatan mereka selama proses hukum masih berjalan.

Meski akan terus memperjuangkan hak hidup Archie melalui jalur hukum, Hollie juga merasa muak atas semua proses hukum yang harus dia lalui. Alasannya, berbagai proses hukum ini membuatnya tak bisa menghabiskan banyak waktu untuk berada di sisi Archie dan merawat anak tersebut.

"Saya merasa hancur dan sangat kecewa dengan keputusan hakim seletah berpekan-pekan berjuang secara hukum di saat saya sebenarnya ingin berada di samping anak lelaki saya," ujar Hollie.

Meski begitu, semua proses tersebut harus Hollie tempuh karena dia merasa Archie belum diberikan cukup waktu untuk berjuang. Menurut Hollie, opini medis yang disampaikan di pengadilan tidak cukup kuat untuk membuat Archie dinyatakan mengalami mati otak.

Hollie menambahkan, ada beberapa kasus di mana pasien yang sudah dinyatakan mati otak bisa kembali tersadar dan pulih. Oleh karena itu, Hollie mengatakan dia tak akan menyerah dan berencana untuk mengajukan banding.

"Saya tak akan menyerah untuk berjuang demi anak lelaki saya," jelas Hollie.

Archie kehilangan kesadaran setelah mencoba ligature over head challenge yang sempat menjadi tren di media sosial. Tren ini dilakukan untuk membuat diri sendiri tercekik hingga pingsan akibat berkurangnya oksigen ke otak. "Permainan" ini disinyalir merupakan kelanjutan dari blackout challenge yang menantang orang untuk menjerat lehernya hingga pingsan sesaat dan merekamnya buat dibagikan ke media sosial.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement